JUDUL : PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN
PEMBERIAN KUIS TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDIDIKAN BERKARATER.
(Studi
Eksperimen Pada
Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Kendari)
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia merupakan salah
satu negara yang sedang berkembang. Pemerintah mengadakan pembangunan dalam
berbagai sektor untuk menuju bangsa yang lebih berkembang dan maju. Salah satunya
pada sektor sosial khususnya bidang pendidikan. Pembangunan di bidang
pendidikan adalah upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang
adil dan makmur, materiil dan spiritual.
Untuk mewujudkan masyarakat
yang adil dan makmur, materiil dan spiritual di awali
dengan peningkatan mutu pendidikan. Melalui pendidikan, masyarakat Indonesia
dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan kreatifitas terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Fungsi lain dari pendidikan adalah mengurangi
penderitaan rakyat dari kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan, karena ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dapat membawa seseorang untuk mampu
mengatasi problematika kehidupan. Oleh karena itu, perlu peningkatan terhadap
kualitas pendidikan itu sendiri terutama dalam proses pembelajaran.
Proses pembelajaran
merupakan komponen pendidikan. Kegiatan tersebut melibatkan peserta didik dan
guru. Pada proses pembelajaran terdapat interaksi antara guru dan siswa sebagai
peserta didik. Guru mempunyai peran penting saat berlangsungnya pembelajaran.
Tugas guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tidak menjadikan siswa
sebagai objek pembelajaran melainkan sebagai subyek pembelajaran, sehingga
siswa tidak pasif dan dapat mengembangkan pengetahuan sesuai dengan bidang
studi yang dipelajari. Untuk mencapai keberhasilan dalam dunia
pendidikan, maka keterpaduan antara kegiatan guru dengan siswa sangat
diperlukan. Oleh karena itu guru diharapkan mampu mengatur, mengarahkan, dan
menciptakan suasana yang mampu mendorong motivasi siswa untuk belajar. Guru
merupakan faktor kunci dalam peningkatan mutu pendidikan dan mereka berada di
titik sentral dari setiap usaha reformasi pendidikan. Di samping itu guru harus memahami materi yang akan disampaikan
kepada siswa serta dapat memilih model pembelajaran yang tepat untuk
menyampaikan suatu materi dalam suatu bidang studi.
Salah satu bidang studi yang
mempunyai peranan penting dalam pendidikan adalah matematika. Dilihat dari jam
pembelajaran di sekolah, mata pelajaran Matematika mempunyai jam yang lebih
banyak dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain. Matematika merupakan ilmu
pasti yang semuanya berkaitan dengan penalaran dan pemahaman terhadap konsep.
Pada dasarnya belajar
matematika merupakan belajar konsep. Konsep-konsep pada matematika menjadi
kesatuan yang bulat dan berkesinambungan. Untuk itu, dalam proses pembelajaran
guru harus dapat menyampaikan konsep tersebut kepada siswa dan bagaimana siswa
dapat memahaminya. Pembelajaran matematika dilakukan dengan memperhatikan
urutan konsep dimulai dari yang paling sederhana hingga yang kompleks.
Banyak terdapat siswa yang
menjadi tidak antusias dalam proses pembelajaran matematika dikarenakan sampai
saat ini di sekolah-sekolah dasar sampai sekolah tingkat tinggi guru masih
menggunakan model pembelajaran lama (kooperatif tipe STAD) atau dapat dikatakan
ketinggalan jaman jika diterapkan pada proses pembelajaran di sekolah saat ini.
Seperti halnya pembelajaran yang diterapkan di SMP Negeri 8 Kendari, guru
membacakan atau membawakan bahan yang disiapkan sedangkan siswa mendengarkan,
mencatat dengan teliti dan mencoba menyelesaikan soal sesuai contoh dari guru.
Selain itu guru lebih mendominasi jalannya pembelajaran di kelas serta
mengakibatkan interaksi yang kurang terjalin antara siswa dan guru. Menjadikan
siswa pasif, siswa kurang perhatian untuk belajar kreatif dan mandiri.
Disisi lain kenyataan saat
ini menunjukkan bahwa siswa mempunyai cara belajar yang variatif. Kebiasaan
tersebut perlu diperhatikan oleh guru supaya dapat membantu siswa belajar
maksimal. Dari kenyataan yang ada, maka dapat dilihat bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe STAD sudah tidak sesuai untuk diterapkan. Adapun alternatif penggunaan
model pembelajaran adalah dengan model pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif
yaitu suatu strategi belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang
memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Model pembelajaran ini mempermudah
siswa dalam memahami dan menemukan masalah yang sulit dengan saling berdiskusi.
Pembelajaran kooperatif juga mendorong siswa untuk lebih aktif dalam
mengemukakan pendapat dan pertanyaan.
Salah satu model
pembelajaran kooperatif adalah tipe Jigsaw.
Model pembelajran kooperatif tipe Jigsaw dapat digunakan sebagai model
pembelajaran matematika. Tipe Jigsaw melibatkan seluruh siswa dalam
belajar dan sekaligus siswa belajar serta mengajarkan apa yang dipelajari
kepada orang lain. Maka dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
dalam pembelajaran matematika diharapkan dapat menghilangkan rasa bosan
siswa dalam belajar. Siswa dapat saling bertukar pikiran dengan teman. Hal ini
akan membuat kelas lebih hidup dan menyenangkan, sehingga siswa akan lebih
serius belajar. Melalui model pembelajaran jigsaw diharapkan dapat memberikan
solusi dan suasana baru yang menarik dalam pembelajaran sehingga memberikan
konsep pemahaman baru.
Pembelajaran Jigsaw membawa konsep pemahaman inovatif
dan menekankan keaktifan siswa, hal ini diharapkan dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasan gotong-royong dan
memiliki banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan
ketrampilan berkomunikasi. Beberapa alasan lain yang menyebabkan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
perlu diterapkan sebagai model pembelajaran yaitu tidak adanya persaingan antar
siswa atau kelompok. Mereka bekerjasama untuk menyelesaikan masalah dalam
mengatasi cara berpikir yang berbeda. Siswa dalam kelompok bertanggung jawab
atas penguasaan materi belajar yang ditugaskan padanya lalu mengajarkan bagian
tersebut pada anggota yang lain. Siswa juga senantiasa tidak hanya mengharapkan
bantuan dari guru serta siswa termotivasi untuk belajar cepat dan akurat
seluruh materi. Selain model pembelajaran kooperatif
yang digunakan pemberian kuis juga akan mendukung pembelajaran matematika.
Kuis merupakan ulangan singkat yang diberikan pada
saat proses belajar mengajar, materi yang digunakan dalam kuis meliputi materi
yang sudah diajarkan, materi yang sedang diajarkan dan materi yang akan
diajarkan. Kuis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa
terhadap materi yang telah diberikan oleh guru dan sejauh mana pula keaktifan
siswa dalam belajar matematika.
Mengingat pentingnya
matematika, pembenahan proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru antara
lain dengan menawarkan suatu model pembelajaran yang mampu meningkatkan
aktivitas berpikir kritis siswa dalam bidang matematika. Salah satu cara yang
ditawarkan yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan pembelian kuis. Dengan adanya
penerapan model pembelajaran kooperati tipe Jigsaw
dan pemberian kuis, siswa akan termotivasi dan tidak akan merasa bosan dalam
belajar matematika karena materi pelajaran yang disampaikan secara beruntun
atau terprogram dan sudah terbiasa dengan latihan-latihan. Sehingga siswa
dengan mudah mengerjakan tugas yang dapat menimbulkan pengalaman belajar yang
nantinya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dampak hasil yang diperoleh
akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan.
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan
sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga
suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi
keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan.
Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah
dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses
pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses
pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan
masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan
karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya,
melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian
mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang
lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
pendidikan budaya dan
karakter bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter
sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis,
produktif dan kreatif.
Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan
budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa
di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang
baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang
efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa
adalah usaha bersama sekolah; oleh karenanya harus dilakukan secara bersama
oleh semua guru dan pemimpin sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.
Berdasarkan uraian di atas,
maka penulis ingin mengadakan penelitian tentang Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif dan Pemberian Kuis Terhadap
Hasil Belajar Matematika pada siswa kelas VII SMP Negeri 8 Kendari.
B. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi
masalah adalah penelitian ini adalah
Pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw dan pembelajaran
kooperatiff tipe STAD serta pemberian kuis dibandingkan dengan tanpa pemberian
kuis terhadap hasil belajar matematika pada materi siswa kelas VII SMP Negeri
yang sudah di ajarkan pada siswa kelas VII SMP Negeri 8 kendari.
C. Pembatasan
Masalah
Dari
uraian di atas, maka permasalahan peneliti dibatasi hanya pada pengaruh
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan pembelajaran
kooperatiff tipe STAD serta pemberian kuis
dibandingkan dengan tanpa pemberian kuis terhadap materi pada standar
kompetensi Memahami konsep segi empat dan segitiga serta menentukan ukurannya dan
kompetensi dasar (i) Mengidentifikasi
sifat-sifat segitiga berdasarkan sisi dan sudutnya, (ii) Mengidentifikasi
sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajargenjang, belah ketupat
dan layang-layang, (iii) Menghitung keliling dan luas bangun segitiga dan segi
empat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah, (iv) Melukis segitiga,
garis tinggi, garis bagi, garis berat, dan garis sumbu
terhadap hasil belajar matematika pada pokok bahasan segitiga dan segi empat pada
siswa kelas VII SMP Negeri 8 Kendari.
D. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang dan judul
penelitian di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Apakah ada
perbedaan pengaruh model pembelajaran kooperatif dan pemberian kuis termasuk
interaksinya secara bersama-sama terhadap hasil belajar matematika?
2.
Apakah ada
perbedaan pengaruh model pembelajaran kooperatif termasuk interaksinya secara
bersama-sama maupun secara terpisah terhadap hasil belajar matematika?
a.
Apakah ada
pengaruh hasil belajar matematika antara siswa yang
diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
khusus untuk siswa yang tidak diberikan kuis?
b.
Apakah hasil belajar matematika antara
siswa yang diberikan kuis dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis
khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mempunyai perbedaan pengaruh yang
signifikan?
c.
Apakah hasil belajar matematika antara
siswa yang diberikan kuis dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis
khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan?
3.
Apakah ada
perbedaan pengaruh pemberian kuis termasuk interaksinya secara bersama-sama maupun
secara terpisah terhadap hasil belajar matematika?
a.
Apakah hasil belajar matematika antara
siswa yang diberikan kuis dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis
khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai
perbedaan pengaruh yang signifikan?
b. Apakah
hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw
dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa
yang diberikan kuis mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan?
c. Apakah
hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw
dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa
yang tidak diberikan kuis mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan.
E. Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagi Siswa
a. Dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
b. Meningkatkan kegiatan belajar, mengoptimalkan kemampuan berfikir,
kerjasama, tanggung jawab dan kreatifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran.
2. Bagi Sekolah
a. Sebagai
informasi dan pertimbangan mengenai penggunaan model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw.
b. Sebagai
usaha dalam meningkatkan kualitas pembelajaran Matematika dan memberi
alternatif kepada guru matematika dalam menentukan pendekatan yang tepat
digunakan dalam mengajar.
3. Bagi Peneliti
a. Untuk mengetahui efektivitas penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw.
b. Untuk
mendapatkan gambaran tentang hasil belajar Matematika melalui penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
c. Untuk mengetahui hasil belajar matematika melalui pemberian kuis.
BAB
II
DESKRIPSI
TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR
DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS
A.
DESKRIPSI
TEORITIS
Deskripsi
teoretik dalam penelitian ini akan menghubungkan teori dengan variabel yang
berkaitan dengan: (1) belajar mengajar matematika (2) hasil belajar matematika, (3) model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, (4) model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dan (5) pemberian kuis, yang
diuraikan sebagai berikut:
1.
Belajar Mengajar Matematika
Pengertian belajar
telah banyak didefinisikan oleh pakar psikologi. Belajar merupakan proses
dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman. Gagne
dan Berliner (1984), dalam Catharina mengemukakan bahwa belajar merupakan
proses perubahan perilaku dalam arti luas, baik perubahan perilaku yang bersifat laten (covert behavior),
maupun perilaku yang tampak (overt behavior). Perubahan perilaku
yang disebabkan karena belajar pada umumnya bersifat permanen, yang berarti
bahwa perubahan itu akan bertahan dalam waktu yang relatif lama, sehingga hasil belajar tersebut dapat
digunakan kembali ketika menghadapi situasi yang baru.[3]
Belajar dalam kamus
besar bahasa Indonesia berarti berusaha, berlatih untuk mendapatkan
ilmu/pengetahuan.[4]
Sedangkan pengertian belajar menurut Baharuddin merupakan aktivitas yang
dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui
pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman.[5]
Menurut Nasution seorang belajar bila ia melakukan suatu kegiatan sehingga
kelakuannya berubah. Kelakuan harus dipandang dalam arti yang luas yang
meliputi pengamatan, pengenalan, perbuatan, keterampilan, minat, penghargaan,
sikap, dan lain-lain.[6]
Jadi belajar tidak hanya mengenai bidang
intelektual saja, akan tetapi seluruh pribadi anak, kognitif, afektif, maupun
psikomotor.
Skinner seperti yang
dikutip Muhibbin dalam bukunya Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru, berpendapat
bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang
berlangsung secara progresif yang akan mendatangkan hasil yang optimal apabila
diberi penguat. Timbulnya tingkah laku itu lantaran adanya hubungan antara
stimulus (rangsangan) dengan respon.[7]
Belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.[8] Menurut
Winkel dalam Darsono, belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan
perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap.[9]
Menurut Sadiman belajar
adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung
seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti.[10]
Selanjutnya menurut Bell-Gredler dalam Winataputra belajar adalah proses yang
dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and
attitudes. Kemampuan(competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari
masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.[11]
Berdasarkan
pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu
proses yang terjadi untuk mengadakan perubahan terhadap diri manusia melalui
pengalaman dengan maksud memperoleh perubahan berupa pengetahuan, ketrampilan
maupun sikap.
Mengajar
merupakan suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid
agar dapat menerima, menanggapi, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran
itu. Tyson dan Caroll mendefinisikan
mengajar adalah sebuah cara dan sebuah proses hubungan timbal balik antara siswa dan guru
yang sama-sama aktif melakukan kegiatan. Sehubungan dengan definisi itu Tyson
dan Caroll menetapkan sebuah syarat, apabila interaksi antar pearsonal (guru
dan siswa) di dalam kelas terjadi dengan baik, maka kegiatan belajar akan
terjadi, sebaliknya jika interaksi guru dan siswa buruk, maka kegiatan belajar
siswa tidak akan terjadi atau mungkin terjadi tetapi tidak sesuai dengan
harapan[12].
Mengajar
adalah segenap aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam mengorganisasi atau
mengatur lingkungan dengan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak
sehingga terjadi proses belajar. Dengan demikian proses dan keberhasilan
belajar siswa turut ditentukan oleh peran yang dibawakan guru
selama interaksi proses belajar mengajar berlangsung.[13]
Berdasarkan
definisi mengajar dari para pakar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
mengajar adalah aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam menyampaikan
pengetahuan kepada siswa, sehingga terjadi proses belajar. Aktivitas kompleks
yang dimaksud antara lain adalah: (1) mengatur kegiatan belajar siswa, (2)
memanfaatkan lingkungan, baik ada di kelas maupun yang ada di luar kelas, dan
(3) memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa.
Sedangkan belajar mengajar matematika merupakan proses psikologis yang berupa kegiatan
aktif dalam upaya siswa memahami dan menguasai konsep matematika. Kegiatan
aktif yang dimaksud adalah pengalaman belajar matematika yang diperoleh siswa
melalui interaksi dengan matematika dalam konteks kegiatan belajar mengajar di
lembaga pendidikan formal.
Matematika
sebagai bahan pelajaran objeknya berupa fakta, konsep, operasi dan prinsip yang
kesemuanya adalah abstrak. Oleh karena itu belajar matematika memerlukan
berbagai kegiatan seperti melakukan abstraksi, klasifikasi dan generalisasi. Mengabstraksi
artinya memahami kegunaan dari berbagai objek berbeda, mengklasifikasi berarti
mengelompokkan dari berbagai objek berdasarkan kesamaannya, dan
menggeneralisasi artinya menyimpulkan suatu objek berdasarkan pengetahuan yang
dikembangkan melalui contoh-contoh khusus.
2.
Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar
adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses
penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang
kemajuan siswa dalam upaya pencapaian tujuan-tujuan belajar. Hasil belajar
dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu: (1)
keterampilan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengertian, (3) sikap
dan cita-cita[14].
Hasil belajar yaitu perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami
aktivitas belajar.[15]
Menurut Gagne hasil
belajar adalah kapabilitas yang dapat digolongkan atas: (1) informasi verbal,
yaitu kemampuan menyatakan kembali informasi yang diperoleh dari proses
belajar, (2) keterampilan intelektual, yaitu melalui proses belajar seseorang
akan mampu berperan dengan baik dalam masyarakat, (3) keterampilan motorik,
yaitu kemampuan menguasai berbagai jenis keterampilan gerak, (4) sikap, yaitu
kapabilitas yang mempengaruhi pilihan tentang tindakan mana yang dilakukan, dan
(5) siasat kognitif, kapabilitas yang mengatur cara bagaimana peserta belajar
mengelola belajarnya.[16]
Menurut
Sudjana ada tiga unsur dalam kualitas pengajaran yang berpengaruh pada hasil
belajar siswa, yakni kompetensi guru, karakteristik kelas dan karakteristik
sekolah. Berkaitan dengan kompetensi guru, yang merupakan salah satu unsur yang
mempengaruhi kualitas belajar, maka dalam pembelajaran guru harus pandai-pandai
memilih pendekatan dan cara mengajar yang sesuai dengan isi materi pelajaran.
Cara tersebut harus benar-benar sesuai dengan materi efektif dan efisien.[17]
Sardiman berpendapat bahwa hasil belajar yang
dicapai selalu memunculkan pemahaman atau pengertian atau menimbulkan reaksi
atau jawaban yang dapat dipahami dan diterima oleh akal.[18]
Untuk mencapai hasil belajar, kemampuan para pendidik teristimewa guru dalam
membimbing belajar murid-muridnya amat dituntut. Jika guru dalam keadaan siap
dan memiliki profesiensi (berkemampuan tinggi) dalam menunaikan kewajibannya,
harapan terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas sudah tentu akan
dicapai.[19]
Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang
dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan
dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran. Sedangkan Hamalik mengemukakan bahwa hasil belajar adalah bila
seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang
tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti
menjadi mengerti.[20]
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang
hasil belajar maka dapat disimpulkan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan
diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan, perubahan
tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih
baik dibandingkan dengan sebelumnya. Sedangkan hasil
belajar matematika adalah perubahan kemampuan siswa dari kegiatan belajar
matematika.
Dalam proses belajar
ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Syah faktor tersebut terdiri
dari: (1) faktor internal (faktor dari dalam siswa) yakni keadaan/kondisi
jasmani dan rohani siswa; (2) faktor eksternal(faktor dari luar siswa) yakni
kondisi lingkungan di sekitar siswa; (3) faktor pendekatan belajar (approach to
learning) yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode
yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi
pembelajaran.[21]
Selain itu masih banyak lagi faktor-faktor lain yang
mempengaruhi proses belajar-mengajar. Faktor guru itu sendiri sangat besar
pengaruhnya seperti latar belakang pendidikan, pengalamannya, kemampuannya, sikapnya
terhadap anak, konsepnya tentang mengajar-belajar, pribadinya, kreativitasnya,
dan sebagainya. Juga fasilitas yang tersedia, sumber-sumber belajar serta alat
pelajaran turut menentukan cara mengajar guru.[22]
3.
Model Pembelajaran Kooperatif
Suyitno
mengemukakan pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap
kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi
interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa.[23] Soekamto
mendefinisikan model pembelajaran sebagai suatu kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dan mengorganisasikan pedoman belajar untuk
mencapai tujuan tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru.[24]
Model
pembelajaran kooperatif merupakan salah satu jenis model pembelajaran yang
mengutamakan adanya kerjasama yakni kerjasama antara siswa dalam kelompok untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Ide mengenai kooperatif ini berkembang dari
pendapat filosof pada awal abad pertama bahwa untuk dapat belajar seseorang
harus dapat memiliki pasangan/teman.[25]
Menurut
Suyitno pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) siswa
bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya,
(2) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan berbeda, (3) jika
dimungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, agama dan kelamin
yang berbeda, (4) penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada
individu.[26]
Ada
beberapa keuntungan dalam pengembangan pembelajaran kooperatif, diantaranya:
(1) perilaku positif, (2) meningkatkan relasi di antara siswa, saling membantu
dan terbuka, (3) meningkatkan motivasi siswa dan saling menghargai satu sama
lain, (4) mengembangkan kemampuan individu dan merupakan strategi untuk
memecahkan konflik, (5) meningkatkan kemampuan untuk memberi opini, argumentasi
dan melatih mendengarkan pendapat orang lain, serta menerima pendapat, (6) mengembangkan diskusi dalam kelompok,
sehingga dengan bahasanya sendiri dapat menerangkan kepada orang lain, (7)
mendidik siswa bertanggung jawab, (8) mengembangkan komitmen terhadap siswa
lain, (9) belajar mengembangkan aturan dan organisasi.
Ibrahim menuliskan langkah-langkah pembelajaran
kooperatif dapat yang dilihat pada table berikut:
Fase
|
Tingkah Laku Guru
|
Fase-1
Menyampaikan
tujuan dan memotivasi siswa
Fase-2
Menyajikan
informasi
Fase-3
Mengorganisasikan
siswa ke dalam kelompok-kelompok belajajar
Fase-4
Membimbing
kelompok belajar mengajar
Fase-5
Evaluasi
Fase-6
Memberi
penghargaan
|
Guru menyampaikan
semua tujuan pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Guru
menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan
Guru
menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Guru
membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
Guru
mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau
masing-masing kelompok mempersentasekan hasil kerjanya
Guru mencari
cara untuk menghargai baik upaya hasil belajar individu atau kelompok[27]
|
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah
suatu model pembelajaran yang menitiberatkan pada kerjasama kelompok untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
4.
Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw
Salah
satu tipe pendekatan dalam pembelajaran kooperatif adalah tipe Jigsaw. Khoirul Anam dalam Supriyadi
mengemukakan bahwa pemikiran dasar dari teknik Jigsaw adalah pemberian kesempatan kepada siswa untuk berbagi
dengan yang lain, mengajar serta di ajar oleh sesama siswa merupakan bagian
penting dari proses belajar dan sosialisasi yang berkesinambungan.[28]
Rachmadi,
menuliskan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah sebagai berikut: (1) guru
menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa dan menyampaikan materi
prasyarat, (2) guru menyampaikan informasi kepada siswa tentang materi yang
akan dipelajari, (3) guru mengelompokkan siswa sebanyak 5 atau 6 orang tiap
kelompok dan anggota setiap kelompok harus heterogen baik dari segi kemampuan,
jenis kelamin, agama, suku dan sebagainya, (4) guru memberikan soal-soal
latihan dalam bentuk LKS pada setiap kelompok kemudian setiap siswa dalam kelompok
tersebut mendapat tugas untuk menyelesaikan soal tertentu. Anggota kelompok
lain yang mendapatkan tugas untuk menyelesaikan soal yang sama berkumpul dan
berdiskusi tentang soal tersebut, kelompok ini disebut kelompok ahli, (5)
setelah berdiskusi, anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal untuk
berdiskusi kembali dan mengajarkan apa yang telah dipelajarinya dan
didiskusikan di kelompok ahli kepada teman-temannya di kelompok asal, (6)
perwakilan anggota kelompok asal diminta untuk mempresentasikan hasil
diskusinya, guru mengarahkan siswa pada jawaban yang benar jika jawaban siswa
belum sempurna, guru memberikan penghargaan atas hasil kerja siswa dalam
kelompok, (7) secara individual setiap minggu atau dua minggu siswa diberi kuis
kemudian hasilnya diskor dan setiap siswa memperoleh skor perkembangan, dari
skor perkembangan ini akan dilihat seberapa besar siswa menyumbangkan skor pada
kelompoknya.[29]
Skema
hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli[30]
















|
|
|
|
|
|
|
|
Kelompok Ahli
4. Pembelajaran kooperatif tipe STAD
STAD atau Tim Siswa-Kelompok Prestasi
merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam STAD siswa
dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4-5 orang, dan setiap
kelompok haruslah heterogen. Guru menyajikan pelajaran, kemudian siswa bekerja
di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai
pelajaran tersebut.[31]
Berikut ini uraian selengkapnya dari fase-fase
pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD (Trianto,
2009: 71):
Tabel 2.2.
Langkah-Langkah Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
Fase
|
Kegiatan
|
Tingkah laku guru
|
I
|
Menyampaikan
tujuan dan memotivasi siswa
|
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan
memotivasi siswa untuk belajar
|
II
|
Menyajikan
informasi
|
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi
atau lewat bahan bacaan
|
III
|
Mengorganisasikan
siswa ke dalam kelompok-kelompok
belajar
|
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok
belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
|
IV
|
Membimbing
kelompok belajar dalam belajar
|
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas
|
V
|
Evaluasi
|
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang gelah
dipelajari atau masing-masing kelompok mempersentasekan hasil kerjanya.
|
VI
|
Memberikan
penghargaan
|
Guru mencari cara untuk menghargai hak upaya maupun hasil belajar
individu dan kelompok[32]
|
Adapun
kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah (1) dapat
meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, (2) dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa, (3) dapat meningkatkan kreativitas siswa, (4) dapat mendengar,
menghormati, serta menerima pendapat siswa lain, (5) dapat mengurangi kejenuhan
dan kebosanan, (6) dapat mengidntifikasikan perasaannya juga perasaan siswa
lain, (7) dapat menyakinkan dirinya untuk orang lain dengan membantu orang lain
dan menyakinkan dirinya untuk saling memahami dan saling mengerti. Selain kelebihan, pembelajaran kooperatif
tipe STAD ini juga memiliki kekurangan, antara lain: (1) setiap siswa harus berani berpendapat atau menjelaskan kepada
teman-temannya, sehingga siswa akan sedikit ramai, (2) sarana dan fasilitas yang dibutuhkan
dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD ini harus lengkap, (3) pembelajaran
kooperatif tipe STAD ini juga memerlukan banyak waktu.[33]
5.
Pemberian Kuis
Dalam proses pembelajaran,
tidak semua siswa dapat menerima materi pelajaran yang diberikan oleh guru.
Sebagai guru yang bijaksana maka guru harus memberikan tes (kuis) untuk
mengetahui bagian mana dari materi pelajaran yang belum dikuasai oleh siswa.
Kuis merupakan ulangan singkat yang diberikan pada
saat proses belajar mengajar, materi yang digunakan dalam kuis dapat berupa
materi yang sudah diajarkan. Kuis
diberikan pada setiap akhir pertemuan yang berupa soal-soal untuk dikerjakan
secara individual. Kuis ini bertujuan untuk mengetahui
sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang telah diberikan oleh guru dan
sejauh mana pula keaktifan siswa dalam belajar matematika.
Fungsi pemberian kuis
(tes) bagi siswa : (1) digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai
materi pelajaran secara menyeluruh, (2) merupakan penguatan (reinforcement)
bagi siswa. Dengan mengetahui bahwa hasil tesnya memperoleh skor tinggi maka
siswa akan lebih termotivasi untuk belajar lebih giat, (3) usaha perbaikan,
dengan umpan balik (feed back) yang diperoleh setelah tes siswa akan
mengetahui kelemahan-kelemahannya, (4) sebagai diagnosis, dengan mengetahui hasil
dari kuis ini siswa dengan jelas dapat mengetahui bagian mana dari bahan
pelajaran yang masih dirasakan sulit. Bagi guru : (1) mengetahui sejauh mana
bahan yang diajarkan sudah dapat diterima oleh
siswa, (2) mengetahui bagian-bagian mana dari bahan pelajaran yang belum
dikuasai oleh siswa.[34]
Pemberian kuis ini akan
lebih bermakna apabila guru merespon jawaban dari siswa tersebut yaitu dengan
memberikan umpan balik bermakna dan pengetahuan tentang hasil latihannya.[35]
Fungsi pemberian kuis menurut
Slameto (2001:190) adalah memberitahu siswa mengenai hasil mereka dalam suatu
tes yang mereka kerjakan setelah menyelesaikan suatu proses belajar. kuis tidak
akan berguna jika tidak disertai dengan proses belajar yang kedua atau
berikutnya yang mencangkup usaha siswa meluruskan kesalahan atau mengisi
kekurangan dengan memanfaatkan informasi umpan balik tersebut.[36]
B.
Penelitian Yang Relevan
Hasil
penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Penelitian yang dilakukan oleh Wandaleng
(2004), berkesimpulan bahwa hasil belajar matematika yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik dari pada yang diajar dengan
model pembelajaran kooperatif tipe
STAD.
2.
Penelitian yang dilakukan oleh Lismiyati
(2006), berkesimpulan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara pemberian kuis
terhadap hasil belajar matematika.
C. Kerangka Berpikir
1.
Perbedaan hasil belajar
matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw dan model koooperatif tipe STAD
Banyak
faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Demikian pula halnya dengan hasil
belajar matematika. Agar hasil belajar siswa dapat tercapai dengan baik maka
harus diupayakan seluruh faktor dapat mendukung proses belajar siswa tersebut.
Penggunaan model pembelajaran yang
dapat membangkitkan semangat siswa dalam belajar sangat penting sebagai upaya
untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Salah satunya adalah
penggunaan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan
fondasi yang baik untuk meningkatkan dorongan kepada siswa untuk lebih
berprestasi. Khususnya untuk model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa diberikan beban dan
tanggung jawab untuk menguasai bagian tertentu dari materi pelajaran yang
selanjutnya diajarkan kembali kepada teman dalam kelompoknya akan membuat siswa
lebih termotivasi untuk memehami materi pelajaran.
Pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, aktivitas belajar lebih banyak
berpusat pada siswa. Dalam proses diskusi dan kerja kelompok, guru hanya
berfungsi sebagai fasilitator, konsultan dan manager yang mengkoordinir proses
pembelajaran. Suasana belajar dan interakksi antara siswa dengan guru maupun
antara siswa membuat proses berpikir siswa lebih optimal. Hal ini bisa memupuk
minat dan perhatian siswa dalam mempelajari matematika, yang dapat berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa.
Model pembelajaran kooperatif tipe
STAD ditandai dengan guru
mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi,
tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu,
dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan. Komunikasi
lebih banyak satu arah dari guru ke siswa, metode pembelajaran lebih banyak
menggunakan ceramah dan demonstrasi, hal ini membuat siswa pasif dan akan
mempengaruhi hasil belajarnya.
Berdasarkan
uraian di atas maka hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
akan lebih baik dibandingkan dengan
siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2.
Perbedaan hasil belajar
matematika antara siswa yang diberikan kuis dan tidak diberikan kuis.
Kuis merupakan tes atau
ulangan singkat yang diberikan oleh guru di akhir pelajaran untuk mengetahui
sejauh mana kemampuan siswa dalam menguasai materi yang telah diajarkan. Adanya
pemberian
kuis membuat siswa terbiasa mengerjakan soal-soal matematika sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar, menambah pengetahuan dan ketrampilan siswa. Kuis
juga dapat mengoptimalkan kerja guru dalam memberi bantuan guna menilai
kemampuan perorangan terutama mengelola kelas besar.
Kuis dapat dijadikan peringatan bagi siswa yang memperoleh nilai di bawah
standar ketuntasan belajar bahwa ia harus berhati-hati karena tujuan pembelajaran
belum tercapai berarti ia harus belajar lebih giat lagi
untuk memperoleh nilai yang lebih baik di tes selanjutnya. Pemberian kuis
membuat siswa termotivasi untuk belajar dengan sungguh-sunguh untuk memperoleh
nilai yang memuaskan. Hal ini akan mempengaruhi hasil belajar siswa.
Berdasarkan
uraian di atas maka hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan pemberian
kuis akan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar tanpa pemberian
kuis.
3.
Interaksi antara model
pembelajaran kooperatif dan pemberian kuis terhadap hasil belajar matematika.
Interaksi merupakan hubungan
kerjasama atau timbal balik antara dua variabel bebas atau lebih yang
mempengaruhi variabel terikat. Model pembelajaran kooperatif dan pemberian kuis
merupakan dua variable yang diprediksi akan saling berinteraksi satu sama lain
dalam mempengaruhi hasil belajar matematika. Suatu pembelajaran akan lebih
efektif jika diselingi dengan pemberian kuis di akhir pembelajaran. Hal ini
memungkinkan siswa lebih giat belajar untuk pemperoleh nilai kuis yang terbaik
serta materi yang diajarkan lebih bertahan lama untuk diingat.
Berdasarkan
pemikiran di atas maka dapat diprediksi
akan ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, serta
antara siswa yang diberikan kuis dan yang tidak diberikan kuis. Kesemuanya akan
mempengaruhi pengetahuan matematika siswa. Pada akhirnya siswa yang mempunyai
pengetahuan matematika tinggi akan lebih mudah dalam memecahkan soal-soal
matematika.
4.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa
Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU
Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus
digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU
Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan
nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus
dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan
pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan
karakter bangsa.
Untuk
mendapatkan wawasan mengenai arti pendidikan budaya dan karakter bangsa perlu
dikemukakan pengertian istilah budaya, karakter bangsa, dan pendidikan.
Pengertian yang dikemukakan di sini dikemukakan secara teknis dan digunakan
dalam mengembangkan pedoman ini. Guru-guru Antropologi, Pendidikan
Kewarganegaraan, dan mata pelajaran lain, yang istilah-istilah itu menjadi
pokok bahasan dalam mata pelajaran terkait, tetap memiliki kebebasan sepenuhnya
membahas dan berargumentasi mengenai istilah-istilah tersebut secara akademik.
Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan
keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir,
nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia
dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma
dan keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem
sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi,
seni, dan sebagainya. Manusia sebagai makhluk sosial menjadi penghasil sistem
berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan; akan tetapi juga dalam interaksi
dengan sesama manusia dan alam kehidupan, manusia diatur oleh sistem berpikir,
nilai, moral, norma, dan keyakinan yang telah dihasilkannya. Ketika kehidupan
manusia terus berkembang, maka yang berkembang sesungguhnya adalah sistem
sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, ilmu, teknologi, serta seni.
Pendidikan merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi peserta didik,
sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang
diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut ke arah yang sesuai
untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang.
Karakter
adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari
hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan
digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan
bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti
jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain.
Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan
karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat
dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena
manusia hidup dalam ligkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan
karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan
budaya yang berangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya
dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta
didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa.
Lingkungan
sosial dan budaya bangsa adalah Pancasila; jadi pendidikan budaya dan karakter
bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik
budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri
peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik. Pendidikan adalah suatu
usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik.
Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan
generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang
lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya
dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu,
pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi
muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan
kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses
pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan
potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai
menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan
masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang
bermartabat.
Berdasarkan pengertian budaya, karakter bangsa, dan
pendidikan yang telah dikemukakan di atas maka pendidikan budaya dan karakter
bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan
karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius,
nasionalis, produktif dan kreatif.
D.
Pengajuan Hipotesis
1.
Hasil belajar matematika antara siswa
yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif dan pemberian kuis termasuk
interaksinya secara bersama-sama pada siswa kelas VII MTs Negeri 1 Kendari
mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan.
Hipotesis statistik:
H0: A = B = AB = 0
H1: Bukan H0
2.
Hasil belajar matematika antara siswa
yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif termasuk interaksinya secara
bersama-sama maupun secara terpisah mempunyai perbedaan pengaruh yang
signifikan.
Hipotesis
statistik:
H0: A = AB = 0
H1: Bukan H0
a.
Hasil belajar matematika antara siswa
yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
khusus untuk siswa yang tidak diberikan kuis pempunyai perbedaan pengaruh yang
signifikan.
Hipotesis
statistik:
H0:
α 1 ≤ 0
H1:
α 1 > 0
b.
Hasil belajar matematika antara siswa yang
diberikan kuis dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis khusus untuk
siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mempunyai perbedaan pengaruh yang
signifikan.
Hipotesis
statistik:
H0: α 2
≤ 0
H1: α 2
> 0
c.
Hasil belajar matematika antara siswa yang
diberikan kuis dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis khusus untuk
siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai
perbedaan pengaruh yang signifikan.
Hipotesis
statistik:
H0:
α 3 ≤ 0
H1:
α 3 > 0
3.
Hasil belajar matematika dengan
pemberian kuis termasuk interaksinya secara bersama-sama maupun secara terpisah
mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan.
Hipotesis
statistik:
H0: B = AB = 0
H1: Bukan H0
a.
Hasil belajar matematika antara siswa
yang diberikan kuis dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis khusus
untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan.
Hipotesis
statistik:
H0: ß 1
≤ 0
H1: ß 1
> 0
b.
Hasil belajar matematika antara siswa
yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang diberikan kuis
mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan.
Hipotesis
statistik:
H0: ß 2
≤ 0
H1: ß 2
> 0
c.
Hasil belajar matematika[37]
antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang tidak diberikan kuis
mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan.
Hipotesis
statistik:
H0: ß 1
≤ 0
H1: ß 1
> 0
[3]Chatarina Tri
Anni. 2005. Psikologi Belajar. (Semarang :UPT MKK UNNES), p.25
[4]Tim Pustaka
Phoenix. 2009. Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Baru (Jakarta: Median
Pustaka Phoenix), p. 108.
[5] Baharuddin.
2009. Pendidikan & Psikologi Perkembangan(Jogjakarta: Ar-ruzz Media), p.
162.
[6] S. Nasution.
1995. Asas-asas Kurikulum(Jakarta:
Bumi Aksara), p. 59.
[7]
Muhibbin Syah. 2007. Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), p.90
[10] Arief S. Sadiman
et. al. 1986. Media Pendidikan(Jakarta:
Pustekkom Dikbud dan Rajawali), p. 1.
[11] Udin S.
Winataputra et. al. 2008. Teori Belajar
dan Pembelajaran(Jakarta: Universitas Terbuka), p. 1.5.
[12] Arif S. Sadiman.,op.cit, p. 182
[13]Rastodio.2009.
http://rastodio.com/2009/08/pendidikan/pengertian-mengajar.html
[14] Techonly’s blog,
Pengertian Hasil Belajar. 2009. http://techonly13.wordpress.com/2009/07/04.html
[15] Catharina Tri
Anni, op. cit., p.4
[17] Nana Sudjana.
2001. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar.(Bandung: Sinar Baru Algensindo), p.
67
[18] Sardiman. 2007.
Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar(Jakarta: Rajagrafindo Persada), p.
51.
[19] Ahmad Mudzakir
dan Joko Sutrisno. 1997. Psikologi Pendidikan(Bandung: Pustaka Setia), p. 33.
[21] Muhibbin Syah. op.cit., p. 132.
[22] Nasution. 2008. Teknologi Pendidikan(Jakarta: Bumi
Aksara), p. 44.
[23] Amin Suyitno.
2004. Dasar-Dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. (Semarang:
UNNES), p. 2
[24] Toeti Soekamto.
1993. Prinsip belajar dan Pembelajaran. (Jakarta:
Dirjen Dikti), p. 109
[25] Ismail. 2002. Model-Model Pembelajaran.
(Jakarta:Depdiknas), p. 20
[26] Amin Suyitno,
op. cit., p.2
[27] Muslimin
Ibrahim. 2000. Pembelajaran Kooperatif. (Surabaya: Universitas Press). p 43
[28] Supriyadi. 2000.
Pelangi Pendidikan. (Jakarta:
Depdiknas), p. 3
[29] Drs. Rahmadi
Widiharto. 2004. Model-Model Pembelajaran
Matematika SD. (Yogyakarta: Depdiknas), p. 14
[30] Gusarmin Sofyan
dan Amiruddin B. 2007. Model-Model
Pembelajaran I. (Kendari: Universitas Haluoleo), p. 29
[33] Widyantini 2008.
Penerapan Pendekatan Kooperatif STAD
dalam Pembelajaran Matematika SMP. Depdiknas. Yogyakarta. p 56
[35] Soeparman Kardi dan Muhammad Nur.
2001. Pengajaran Langsung.(Surabaya:
University Press),
p. 37
[36] Slameto.2001.
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. p. 190
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
a. Untuk
mempelajari pengaruh model pembelajaran kooperatif (A=1 model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, A=2
model pembelajaran kooperatif tipe STAD) dan pemberian kuis ( B=1 di berikan kuis, B=2 tidak di berikan kuis) termasuk
interaksinya secara bersama-sama dan secara terpisah terhadap hasil belajar
matematika.
b.
Untuk mempelajari pengaruh model
pembelajaran kooperatif termasuk interaksinya secara bersama-sama dan secara
terpisah terhadap hasil belajar matematika.
c.
Untuk mempelajari pengaruh pemberian kuis
termasuk interaksinya secara bersama-sama dan secara terpisah terhadap hasil
belajar matematika.
2.
Tujuan Khusus
a.
Untuk mempelajari perbedaan pengaruh
hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan
dengan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD khusus untuk siswa yang tidak diberikan kuis .
b.
Untuk mempelajari perbedaan pengaruh
hasil belajar matematika antara siswa yang diberikan kuis dibandingkan dengan
siswa yang tidak diberikan kuis khusus untuk siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
c.
Untuk mempelajari perbedaan pengaruh
hasil belajar matematika antara siswa yang diberikan kuis dibandingkan dengan siswa yang tidak
diberikan kuis khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
d.
Untuk mempelajari perbedaan pengaruh
hasil belajar matematika antara siswa yang
diberikan kuis dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis khusus
untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
e.
Untuk mempelajari perbedaan pengaruh
hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw
dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang diberikan kuis.
f. Untuk
mempelajari perbedaan pengaruh hasil belajar matematika antara siswa yang
diajar dengan model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa
yang tidak diberikan kuis.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian eksperimen ini
direncanakan akan dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2010/2011, bertempat di SMP Negeri 8 Kendari khususnya di kelas VII.
C. Populasi dan Sampel
1.
Populasi
Populasi
adalah keseluruhan subyek penelitian.[33]
Sementara itu menurut Sukardi, populasi pada prinsipnya adalah semua anggota
kelompok manusia, binatang, peristiwa, atau benda yang tinggal bersama dalam
satu tempat dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir
suat penelitian.[34]
Populasi
dalam penelitian eksperimen ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 8 Kendari kelas VII semester genap tahun ajaran
2010/2011 yang terdiri dari 9 kelas
paralel dengan jumlah 318 orang siswa.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil
sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi[35]. Sementara
itu menurut Sukardi, sampel atau cuplikan adalah sebagian dari jumlah populasi
yang dipilih untuk sumber data tertentu.[36]
Sampel dalam
penelitian ini menggunakan teknik stratifikasi random sampling yaitu (i) random
berdasarkan kelas dan (ii) random berdasarkan jumlah siswa. Teknik
pengambilan sampel ini menggunakan rumus Taro Yomane sebagai berikut :
n
=
... (B.1)
Keterangan : n =
jumlah sampel
N = jumlah populasi
Berdasarkan rumus tersebut
diperoleh jumlah sampel sebagai berikut:
n
=
=
=
= 76,07
76
responden
Jumlah kelas yang diperlukan dalam
penelitian ini sebanyak 4 kelas yaitu 2 kelas eksperimen dan 2 kelas
kontrol. Kelas eksperimen terdiri dari
19 orang siswa diambil dari masing-masing kelas secara random. Demikian
juga untuk kelas kontrol terdiri dari 2
kelas masing-masing diambil 19 orang siswa, yang juga diambil secara random. Gambar
sampel dalam penelitian sebagaimana dijelaskan dalam tabel 3.1 berikut.
Tabel. 3.1. Gambaran
Pangambilan Jumlah Sampel pada Setiap Sel dalam Penelitian Eksperimen di MTs
Negeri 1 Kendari
Pemberian Kuis
|
Model
Pembelajaran Kooperatif (A)
|
Jumlah
|
|
Tipe Jigsaw
(A= 1)
|
Tipe STAD
(A= 2)
|
||
Diberikan Kuis
(B= 1)
|
19
|
19
|
38
|
Tidak
Diberikan Kuis (B = 2)
|
19
|
19
|
38
|
Jumlah
|
38
|
38
|
76
|
D. Variabel dan Desain Penelitian
1. Variabel
Penelitian
a. Variabel Terikat
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat
adalah variabel hasil belajar (Y).
b. Variabel Bebas
Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah model pembelajaran kooperatif
(A) dan pemberian kuis (B), dimana model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
sebagai (A1), model pembelajaran koooperatif tipe STAD sebagai (A2), pemberian kuis sebagai (B1)
dan tanpa pemberian kuis sebagai (B2).
2. Desain Penelitian
Penelitian
ini menggunakan cara Randomized Control
Group Desain.[38] Penelitian eksperimen ini
menggunakan (2x2) faktorial dengan faktor utama model pembelajaran kooperatif
(A) dengan ukuran A=1 adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan A=2 adalah model pembelajaran
kooperatif tipe SATD dan
pemberian kuis (B) dengan ukuran B=1 adalah siswa yang diberikan kuis dan B=2
adalah siswa yang tidak diberikan kuis. Sebagaimana dijelaskan pada desain
berikut:
R K - O2
Keterangan
:
R = random
E = eksperimen
K = kontrol
T = true eksperimen
O = observasi
Tabel
3.2. Desain perlakuan Antara Faktor A dan B
Faktor A
|
Faktor B
|
Selisih
|
|
B = 1
|
B = 2
|
||
A = 1
|
Y11
|
Y12
|
Y1 .
|
A = 2
|
Y21
|
Y22
|
Y2 .
|
Selisih
|
Y . 1
|
Y . 2
|
Y . .
|
Keterangan
:
A = Model
pembelajaran kooperatif dimana A=1 untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw;
dan A=2 untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran koooperatif tipe STAD
B = Pemberian kuis dimana
B=1 untuk siswa yang diberikan kuis dan B = 2 untuk
siswa yang tidak diberikan kuis.
Y11 = Rerata
hasil belajar siswa dalan sel yang dibentuk oleh sel dari faktor A=1 dan B=1.
Y12 = Rerata hasil belajar siswa dalam sel yang dibentuk dari
faktor A=1 dan B=2.
Y21 = Rerata
hasil belajar siswa dalam sel yang dibentuk dari faktor A=2 dan B=1.
Y22 = Rerata sel dari faktor A=2 dan B=2.
Y1. = Selisih rerata hasil belajar siswa dalam sel yang
dibentuk dari faktor B khusus untuk A=1.
Y2. = Selisish rerata hasil belajar siswa dalam sel dari faktor
B khusus untuk A=2.
Y.. = Selisih dalam selisish rerata sel dari faktor A dan B.
Y.1 = Selisish
rerata sel dari faktor A khusus untuk B=1.
Y.2 =
Selisish rerata sel
dari faktor A khusus untuk B=2.
E. Teknik
Pengumpulan Data
Instrumen hasil belajar siswa
terhadap matematika
a.
Definisi Konseptual
Hasil belajar siswa adalah kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya sesuai dengan jangka waktu yang
telah ditentukan, yang mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran yang
dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya
mencapai tujuan-tujuan belajarnya.
b. Definisi
Operasional
Hasil belajar siswa adalah kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya sesuai dengan jangka
waktu yang telah ditentukan, yang mempunyai peranan penting dalam proses
pembelajaran yang dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa
dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya yang diukur berdasarkan pokok
bahasan (1) Mengidentifikasi
sifat-sifat segitiga berdasarkan sisi dan sudutnya, (2) Mengidentifikasi
sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajargenjang, belah ketupat
dan layang-layang, (3) Menghitung
keliling dan luas bangun segitiga dan segi empat serta menggunakannya dalam
pemecahan masalah, (4) Melukis segitiga, garis tinggi, garis bagi, garis berat,
dan garis sumbu.
c. Kisi-kisi
Instrumen
Tabel
3.2. Kisi-kisi,
Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Kode, Bentuk dan
Tingkat Kemampuan Tes Variabel Hasil Belajar Matematika.
Standar kompetensi/Kompetensi Dasar
|
Kode
|
Bentuk Tes dan Kemampuan
|
Jumlah
|
∑
|
||||
PG
|
Esei
|
PG
|
Esei
|
|||||
C1, C2, C3 , C4, C5, C6
|
C1, C2, C3 C4, C5, C6
|
|||||||
1 Memahami konsep segi empat dan
segitiga serta menentukan ukurannya
|
||||||||
1.1 Mengidentifikasi sifat-sifat segitiga
berdasarkan sisi dan sudutnya
|
A
|
1, 2,
5, 6, 7, 10
|
|
|
|
|
||
1.2 Mengidentifikasi
sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajargenjang, belah ketupat
dan layang-layang
|
B
|
3, 4, 5, 12
|
|
|
|
|
||
1.3Menghitung
keliling dan luas bangun segitiga dan segi empat serta menggunakannya dalam
pemecahan masalah
|
C
|
8,
9, 11, 13
|
|
|
|
|
||
1.4Melukis segitiga, garis tinggi, garis bagi, garis berat, dan garis sumbu
|
D
|
|
|
|
|
|
||
Jumlah:
|
|
|
|
|
|
|
||
Keterangan:
o
CI = Ingatan C4 = Analisis
o
C2 = Pemahaman C5 = Sintesis
o
C3 = Aplikasi C6 =
Evaluasi
F.
Teknik
Analisis Data
Dalam penelitian eksperimen ini menggunakan tiga (3) teknik
analisis data yaitu validitas dan reliabilitas instrumen, analisis deskriptif, dan analisis inferensial.
1.
Validitas
dan Reliabilitas Instrumen
Validitas
adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan
sesuatu instrumen, sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa
yang hendak diukur. Dalam bahasa Indonesia “valid” disebut dengan istilah
“sahih”.[39]
Untuk mengetahui
validitas konsep instrumen tersebut maka akan dilakukan tahapan uji instrumen.
Tahapan uji instrumen hanya akan dilakukan oleh tim ahli (panelis) dan uji coba.
Panelis (tim ahli) dalam hal ini adalah beberapa teman sejawat (mahasiswa
program studi pendidikan matematika angkatan 2007) yang jumlahnya antara 10-25
orang. Format penilaian panelis terdiri dari skor 1 sampai 5 dengan ketentuan,
skor 1 jika dalam pernyataan tidak satupun kriteria yang muncul, skor 2 jika
dalam pernyataan hanya ada satu kriteria yang muncul, skor 3 jika dalam
pernyataan hanya ada dua kriteria yang muncul, skor 4 jika dalam pernyataan ada
tiga kriteria yang muncul, skor 5 jika dalam pernyataan ada semua kriteria
muncul. Skor butir-butir tersebut diberikan oleh panelis sesuai dengan
kesesuaian antara butir pernyataan dengan indikator, standar kompetensi dan
kompetensi dasar untuk variabel hasil belajar siswa terhadap matematika.
Untuk mengetahui validitas
konsep instrumen tersebut melalui penilaian panelis menggunakan rumus dari
Aiken :
Dimana
:
V = Indeks validitas isi
n = Cacah
dari titik skala hasil penilaian rater
i =
Titik skala ke-I (I = 1,2,3,4,5)
lo
= Titik skala terendah
N = Jumlah rater (Σni)
c =
banyaknya titik skala
Sedangkan untuk reliabilitas menggunakan rumus alpha :
Dimana :
r11 =
koefisien reliabilitas
k =
banyaknya butir soal
2.
Analisis deskriptif
Dimaksudkan untuk mendeskripsikan karakteristik variabel
bebas terhadap variabel terikat melalui skor rata-rata dari masing-masing
sel yang dibentuk oleh model pembelajaran
kooperatif dan kuis dalam
bentuk rata-rata, median, modus, nilai maksimum, nilai minimum standar deviasi,
dan grafik.
3.
Analisis inferensial
Dimaksudkan untuk menguji hipotesis perbedaan perlakuan
atau perbedaan pengaruh antara variabel bebas (model pembelajaran kooperatif dan kuis) terhadap variabel terikat dengan
mempergunakan program siap pakai SPSS versi 15.0 melalui :
1.
Analisis
korelasi product momen sebagai pendahuluan analisis. Analisis ini dimaksudkan
untuk mengetahui kuatnya hubungan antara variabel bebas terhadap variabel
terikat.
2.
Analisis varian (Anava) untuk menguji
hipotesis perbedaan perlakuan antara faktor A dan faktor B.
3.
Regresi
heterogen dipakai untuk menguji hipotesis perbedaan perlakuan secara parsial
antara variabel bebas terhadap variabel terikat yang diperhatikan.
4.
Uji
Homogenitas varians menggunakan Statistik Uji-F dimana:
Formula
yang dipergunakan untuk menguji hipotesis tersebut di atas adalah:
·
Korelasi
variabel bebas terhadap variabel terikat
Keterangan:
X =
Skor item/butir soal
Y =
Skor Total
N = Jumlah responden/subjek
·
Analisis varian (Anava)
Tabel. 3.3
Anava Untuk menguji hipotesis secara bersama-sama
Sumber Variasi
|
JK
|
DB
|
RK
|
F
|
P
|
Regresi
Kesalahan
|
JKr
JKk
|
DBr
DBk
|
JK/DBr
JK/DBk
|
RKr/RKk
|
|
Total
|
JKT = JKr + JKk
|
DBt
|
|
|
|
Keterangan :
JK = Jumlah
kuadrat, yang terdiri dari
JKr ( jumlah kuadrat regresi)
JKk (Jumlah kuadrat kesalahan)
JKT ( jumlah kuadrat total)
Dan berlaku hubungan : JKT = JKr + JKk
DB
= Derajat kebebasan
KR
= Kuadrat
rata-rata
KR =
JK/DB
F = Menunjukkan nilai statistik uji-F yang
mempunyai distribusi-F dengan DB yang
memenuhi hubungan : F0 = RKr/RKk =
dimana
k-1 menunjukkan banyaknya variabel bebas didalam model,
dan n banyaknya observasi.
P
= Prob: (Ftab ≥ Fhit) = 0.[43]
· Uji
Model
Model umum analisis dan hipotesis antara model pembelajaran kooperatif dan
pemberian kuis terhadap variabel terikat berdasarkan desain dalam tabel 3.2
diatas adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Yijk = pengamatan ke-k dalam kelompok ke-I dan ke-j dari model pembelajaran kooperatif dan pemberian kuis
untuk variabel ke-I dan ke-j.
μ = parameter
rerata Yijk dalam kelompok ke-I dan ke-j dari model pembelajaran kooperatif dan
pemberian kuis untuk variabel ke-i dan ke-j.
Ai = pengamatan ke-I
dari model pembelajaran kooperatif.
Bj =
pengamatan ke-j dari pemberian kuis.
(AB)ij = pengamatan
ke-i dan ke-j dari model pembelajaran
kooperatif dan pemberian kuis yang juga merupakan faktor interaksi
εijk = suku
kesalahan random dari model dengan asumsi εijk ≈ NII (0,δ2), dengan i = 1,2; j
= 1,2 dan k = 1,2, ...,n.
Berdasarkan
model (F.4) di atas dengan hipotesis statistik yang diperlukan adalah sebagai
berikut :
H0: A = B = AB = 0
H1: Bukan H0
Hipotesis tersebut dipakai menguji pernyataan hipotesis
“Hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif dan
pemberian kuis mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan”.
Untuk
menguji sub hipotesis pertama yang memuat perlakuan metode mengajar (A) dan
faktor interaksi antara perlakuan dan level pengukuran dengan menggunakan model
:
Berdasarkan model (F.4a) di atas dengan
hipotesis statistik yang diperlukan adalah sebagai berikut :
H0: A = AB = 0
H1: Bukan H0
Hipotesis
tersebut dipakai menguji pernyataan hipotesis “Hasil belajar matematika antara
siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai perbedaan pengaruh
yang signifikan”.
Berdasarkan
model (F.4a) dipergunakan regresi heterogen dengan
persamaan sebagai berikut :
Kemudian
dibentuk koefisien regresi menurut persamaan pada (F.4b) :
Tabel. 3.4. Koefisien Regresi
Menurut Faktor A
|
A = 1
|
A = 2
|
Selisih
|
B = 1
|
α 0 + α 1 +
α 2
|
α 0 + α 3
|
(α 1 + α 2)
- α 3
|
B = 2
|
α 0 + α 1
|
α 0
|
α 1
|
Selisih
|
α 2
|
α 3
|
|
Hipotesis statistik secara terpisah adalah sebagai berikut :
H0:
α 1 = 0
H1:
α 1 > 0
Artinya
menguji hipotesis perbedaan hasil belajar untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang
tidak diberikan kuis.
H0:
α 2 = 0
H1:
α 2 > 0
Artinya
menguji hipotesis perbedaan hasil belajar untuk siswa yang diberikan kuis
dibandingkan siswa yang tidak diberikan kuis khusus untuk siswa yang diajar
dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
H0:
α 3 = 0
H1:
α 3 > 0
Artinya
menguji hipotesis perbedaan hasil belajar untuk siswa yang diberikan kuis
dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis khusus untuk siswa yang
diajar dengan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD.
Uji
hipotesis secara terpisah menggunakan statistik uji t dengan persyaratan
menolak Ho jika thit > ttab atau nilai-p < α=0,05
maka signifikan.
Untuk
menguji sub hipotesis kedua yang memuat level pengukuran (kuis) dan faktor
interaksi antara perlakuan dan level pengukuran dengan menggunakan model :
Berdasarkan
model (F.4c) di atas dengan hipotesis statistik yang
diperlukan adalah sebagai berikut :
H0: B = AB = 0
H1: Bukan H0
Hipotesis
tersebut dipakai menguji pernyataan hipotesis “Hasil belajar matematika antara
siswa yang diberikan kuis dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis
mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan”.
Berdasarkan
model (F.4c) dipergunakan regresi heterogen dengan
persamaan sebagai berikut :
Y = ß0 + ß1[B=1]
+ ß2[A=1][B=1] + ß3[A=1][B=2] + ε ... (F.4d)
Kemudian dibentuk koefisien
regresi menurut persamaan pada (F.4c) :
Tabel. 3.5. Koefisien
Regresi Menurut Faktor B
|
A = 1
|
A = 2
|
Selisih
|
B = 1
|
ß0 + ß1 +
ß2
|
ß0 + ß1
|
ß2
|
B = 2
|
ß0 + ß3
|
ß0
|
ß3
|
Selisih
|
(ß1 + ß2)
- ß3
|
ß1
|
|
Hipotesis statistik secara terpisah adalah sebagai berikut :
H0:
ß 1 = 0
H1:
ß 1 > 0;
Artinya
menguji hipotesis perbedaan hasil belajar untuk siswa yang diberikan kuis
dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis khusus untuk siswa yang
diajar dengan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD.
H0:
ß 2 = 0
H1:
ß 2 > 0
Artinya
menguji hipotesis perbedaan hasil belajar untuk siswa yang yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang
diberikan kuis.
H0:
ß 3 = 0
H1:
ß 3 > 0
Artinya
menguji hipotesis perbedaan hasil belajar untuk siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang
tidak diberikan kuis.
Uji hipotesis secara terpisah
menggunakan statistik uji t dengan persyaratan menolak Ho jika thit
> ttab atau nilai p < α
= 0,05.
[33] Suharsimin
Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian suatu
Pendekatan Praktek(Jakarta: Rineka Cipta), p. 108.
[34] Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi
dan Praktiknya (Jakarta: Bumi Aksara), p. 53.
[35] Riduan. 2009. Metode dan Teknik Menyusun Proposal
Penelitian (Bandung: Alfabeta), p.70.
[36] Sukardi, op.
cit., p. 54.
[37] Riduwan, M.B.A. Op.Cit. p.71
[39] Suharsimi
Arikunto, op. cit., p 64
[40] Lewis R. Aiken.
1996. Rating Scale & Checklist
Evaluating Behaviour Personality, and Attitude. (New York : John Wiley
& Sons, Inc). p.
91.
[42] Suharsimi
Arikunto. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan(Jakarta: Bumi Aksara), p. 72.
[43] I Gusti Ngurah
Agung. 1985. Analisis Regresi Ganda Untuk
Data Kependudukan.(Yogyakarta :
Univ. Gajah mada). p. 14.
[44] I gusti Ngurah
Agung. 2006. Statistika Penerapan Model Rerata-Sel Multivariat dan Model
Ekonometri dengan SPSS. (Jakarta : SAD Satria
Bhakti). pp.
12-13.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar