Sabtu, 31 Maret 2012

Proposal Eksperimen


JUDUL      :     PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN PEMBERIAN KUIS TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDIDIKAN BERKARATER.
                        (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Kendari)

BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Pemerintah mengadakan pembangunan dalam berbagai sektor untuk menuju bangsa yang lebih berkembang dan maju. Salah satunya pada sektor sosial khususnya bidang pendidikan. Pembangunan di bidang pendidikan adalah upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, materiil dan spiritual.
Untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, materiil dan spiritual di awali dengan peningkatan mutu pendidikan. Melalui pendidikan, masyarakat Indonesia dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan kreatifitas terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Fungsi lain dari pendidikan adalah mengurangi penderitaan rakyat dari kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan, karena ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dapat membawa seseorang untuk mampu mengatasi problematika kehidupan. Oleh karena itu, perlu peningkatan terhadap kualitas pendidikan itu sendiri terutama dalam proses pembelajaran.
Proses pembelajaran merupakan komponen pendidikan. Kegiatan tersebut melibatkan peserta didik dan guru. Pada proses pembelajaran terdapat interaksi antara guru dan siswa sebagai peserta didik. Guru mempunyai peran penting saat berlangsungnya pembelajaran. Tugas guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tidak menjadikan siswa sebagai objek pembelajaran melainkan sebagai subyek pembelajaran, sehingga siswa tidak pasif dan dapat mengembangkan pengetahuan sesuai dengan bidang studi yang dipelajari.  Untuk mencapai keberhasilan dalam dunia pendidikan, maka keterpaduan antara kegiatan guru dengan siswa sangat diperlukan. Oleh karena itu guru diharapkan mampu mengatur, mengarahkan, dan menciptakan suasana yang mampu mendorong motivasi siswa untuk belajar. Guru merupakan faktor kunci dalam peningkatan mutu pendidikan dan mereka berada di titik sentral dari setiap usaha reformasi pendidikan. Di samping itu guru harus memahami materi yang akan disampaikan kepada siswa serta dapat memilih model pembelajaran yang tepat untuk menyampaikan suatu materi dalam suatu bidang studi.
Salah satu bidang studi yang mempunyai peranan penting dalam pendidikan adalah matematika. Dilihat dari jam pembelajaran di sekolah, mata pelajaran Matematika mempunyai jam yang lebih banyak dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain. Matematika merupakan ilmu pasti yang semuanya berkaitan dengan penalaran dan pemahaman terhadap konsep.
Pada dasarnya belajar matematika merupakan belajar konsep. Konsep-konsep pada matematika menjadi kesatuan yang bulat dan berkesinambungan. Untuk itu, dalam proses pembelajaran guru harus dapat menyampaikan konsep tersebut kepada siswa dan bagaimana siswa dapat memahaminya. Pembelajaran matematika dilakukan dengan memperhatikan urutan konsep dimulai dari yang paling sederhana hingga yang kompleks.
Banyak terdapat siswa yang menjadi tidak antusias dalam proses pembelajaran matematika dikarenakan sampai saat ini di sekolah-sekolah dasar sampai sekolah tingkat tinggi guru masih menggunakan model pembelajaran lama (kooperatif tipe STAD) atau dapat dikatakan ketinggalan jaman jika diterapkan pada proses pembelajaran di sekolah saat ini. Seperti halnya pembelajaran yang diterapkan di SMP Negeri 8 Kendari, guru membacakan atau membawakan bahan yang disiapkan sedangkan siswa mendengarkan, mencatat dengan teliti dan mencoba menyelesaikan soal sesuai contoh dari guru. Selain itu guru lebih mendominasi jalannya pembelajaran di kelas serta mengakibatkan interaksi yang kurang terjalin antara siswa dan guru. Menjadikan siswa pasif, siswa kurang perhatian untuk belajar kreatif dan mandiri.
Disisi lain kenyataan saat ini menunjukkan bahwa siswa mempunyai cara belajar yang variatif. Kebiasaan tersebut perlu diperhatikan oleh guru supaya dapat membantu siswa belajar maksimal. Dari kenyataan yang ada, maka dapat dilihat bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD sudah tidak sesuai untuk diterapkan. Adapun alternatif penggunaan model pembelajaran adalah dengan model pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif yaitu suatu strategi belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Model pembelajaran ini mempermudah siswa dalam memahami dan menemukan masalah yang sulit dengan saling berdiskusi. Pembelajaran kooperatif juga mendorong siswa untuk lebih aktif dalam mengemukakan pendapat dan pertanyaan.
Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah tipe Jigsaw. Model pembelajran kooperatif tipe Jigsaw dapat digunakan sebagai model pembelajaran matematika. Tipe Jigsaw melibatkan seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus siswa belajar serta mengajarkan apa yang dipelajari kepada orang lain. Maka dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam pembelajaran matematika diharapkan dapat menghilangkan rasa bosan siswa dalam belajar. Siswa dapat saling bertukar pikiran dengan teman. Hal ini akan membuat kelas lebih hidup dan menyenangkan, sehingga siswa akan lebih serius belajar. Melalui model pembelajaran jigsaw diharapkan dapat memberikan solusi dan suasana baru yang menarik dalam pembelajaran sehingga memberikan konsep pemahaman baru.
Pembelajaran Jigsaw membawa konsep pemahaman inovatif dan menekankan keaktifan siswa, hal ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasan gotong-royong dan memiliki banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan ketrampilan berkomunikasi. Beberapa alasan lain yang menyebabkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw perlu diterapkan sebagai model pembelajaran yaitu tidak adanya persaingan antar siswa atau kelompok. Mereka bekerjasama untuk menyelesaikan masalah dalam mengatasi cara berpikir yang berbeda. Siswa dalam kelompok bertanggung jawab atas penguasaan materi belajar yang ditugaskan padanya lalu mengajarkan bagian tersebut pada anggota yang lain. Siswa juga senantiasa tidak hanya mengharapkan bantuan dari guru serta siswa termotivasi untuk belajar cepat dan akurat seluruh materi. Selain model pembelajaran kooperatif yang digunakan pemberian kuis juga akan mendukung pembelajaran matematika.
Kuis merupakan ulangan singkat yang diberikan pada saat proses belajar mengajar, materi yang digunakan dalam kuis meliputi materi yang sudah diajarkan, materi yang sedang diajarkan dan materi yang akan diajarkan. Kuis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang telah diberikan oleh guru dan sejauh mana pula keaktifan siswa dalam belajar matematika.
Mengingat pentingnya matematika, pembenahan proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru antara lain dengan menawarkan suatu model pembelajaran yang mampu meningkatkan aktivitas berpikir kritis siswa dalam bidang matematika. Salah satu cara yang ditawarkan yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan pembelian kuis. Dengan adanya penerapan model pembelajaran kooperati tipe Jigsaw dan pemberian kuis, siswa akan termotivasi dan tidak akan merasa bosan dalam belajar matematika karena materi pelajaran yang disampaikan secara beruntun atau terprogram dan sudah terbiasa dengan latihan-latihan. Sehingga siswa dengan mudah mengerjakan tugas yang dapat menimbulkan pengalaman belajar yang nantinya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dampak hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan.
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
pendidikan budaya dan karakter bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.
Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah; oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pemimpin sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengadakan penelitian tentang Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif dan Pemberian Kuis Terhadap Hasil Belajar Matematika pada siswa kelas VII SMP Negeri 8 Kendari.

B.       Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah adalah penelitian ini adalah
Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan pembelajaran kooperatiff tipe STAD serta pemberian kuis dibandingkan dengan tanpa pemberian kuis terhadap hasil belajar matematika pada materi siswa kelas VII SMP Negeri yang sudah di ajarkan pada siswa kelas VII SMP Negeri 8 kendari.
C.      Pembatasan Masalah
            Dari uraian di atas, maka permasalahan peneliti dibatasi hanya pada pengaruh pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan pembelajaran kooperatiff tipe STAD serta pemberian kuis dibandingkan dengan tanpa pemberian kuis terhadap materi pada standar kompetensi Memahami konsep segi empat dan segitiga serta menentukan ukurannya dan kompetensi dasar (i) Mengidentifikasi sifat-sifat segitiga berdasarkan sisi dan sudutnya, (ii) Mengidentifikasi sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajargenjang, belah ketupat dan layang-layang, (iii) Menghitung keliling dan luas bangun segitiga dan segi empat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah, (iv) Melukis segitiga, garis tinggi, garis bagi, garis berat, dan garis sumbu terhadap hasil belajar matematika pada pokok bahasan segitiga dan segi empat pada siswa kelas VII SMP Negeri 8 Kendari.
D.      Rumusan Masalah
       Berdasarkan latar belakang dan judul penelitian di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.    Apakah ada perbedaan pengaruh model pembelajaran kooperatif dan pemberian kuis termasuk interaksinya secara bersama-sama terhadap hasil belajar matematika?
2.    Apakah ada perbedaan pengaruh model pembelajaran kooperatif termasuk interaksinya secara bersama-sama maupun secara terpisah terhadap hasil belajar matematika?
a.       Apakah ada pengaruh hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang tidak diberikan kuis?
b.      Apakah hasil belajar matematika antara siswa yang diberikan kuis dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan?
c.       Apakah hasil belajar matematika antara siswa yang diberikan kuis dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan?
3.    Apakah ada perbedaan pengaruh pemberian kuis termasuk interaksinya secara bersama-sama maupun secara terpisah terhadap hasil belajar matematika?
a.       Apakah hasil belajar matematika antara siswa yang diberikan kuis dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan?
b.      Apakah hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif  tipe  Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang diberikan kuis mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan?
c.       Apakah hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif  tipe  Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang tidak diberikan kuis mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan.

E.       Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Siswa
a.    Dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
b.    Meningkatkan kegiatan belajar, mengoptimalkan kemampuan berfikir, kerjasama, tanggung jawab dan kreatifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran.
2. Bagi Sekolah
a.    Sebagai informasi dan pertimbangan mengenai penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
b.    Sebagai usaha dalam meningkatkan kualitas pembelajaran Matematika dan memberi alternatif kepada guru matematika dalam menentukan pendekatan yang tepat digunakan dalam mengajar.
3. Bagi Peneliti
a.    Untuk mengetahui efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
b.    Untuk mendapatkan gambaran tentang hasil belajar Matematika melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
c.    Untuk mengetahui hasil belajar matematika melalui pemberian kuis.

BAB II
DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS


A.       DESKRIPSI TEORITIS
Deskripsi teoretik dalam penelitian ini akan menghubungkan teori dengan variabel yang berkaitan dengan: (1) belajar mengajar matematika (2) hasil belajar matematika, (3) model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, (4) model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan (5) pemberian kuis, yang diuraikan sebagai berikut:
1. Belajar Mengajar Matematika
Pengertian belajar telah banyak didefinisikan oleh pakar psikologi. Belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman. Gagne dan Berliner (1984), dalam Catharina mengemukakan bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku dalam arti luas, baik perubahan perilaku yang  bersifat laten (covert behavior), maupun perilaku yang tampak (overt behavior). Perubahan perilaku yang disebabkan karena belajar pada umumnya bersifat permanen, yang berarti bahwa perubahan itu akan bertahan dalam waktu yang relatif  lama, sehingga hasil belajar tersebut dapat digunakan kembali ketika menghadapi situasi yang baru.[3]
Belajar dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti berusaha, berlatih untuk mendapatkan ilmu/pengetahuan.[4] Sedangkan pengertian belajar menurut Baharuddin merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman.[5] Menurut Nasution seorang belajar bila ia melakukan suatu kegiatan sehingga kelakuannya berubah. Kelakuan harus dipandang dalam arti yang luas yang meliputi pengamatan, pengenalan, perbuatan, keterampilan, minat, penghargaan, sikap, dan lain-lain.[6] Jadi  belajar tidak hanya mengenai bidang intelektual saja, akan tetapi seluruh pribadi anak, kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Skinner seperti yang dikutip Muhibbin dalam bukunya Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif yang akan mendatangkan hasil yang optimal apabila diberi penguat. Timbulnya tingkah laku itu lantaran adanya hubungan antara stimulus (rangsangan) dengan respon.[7]
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.[8] Menurut Winkel dalam Darsono, belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap.[9]
Menurut Sadiman belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti.[10] Selanjutnya menurut Bell-Gredler dalam Winataputra belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitudes. Kemampuan(competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.[11]
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang terjadi untuk mengadakan perubahan terhadap diri manusia melalui pengalaman dengan maksud memperoleh perubahan berupa pengetahuan, ketrampilan maupun sikap.
Mengajar merupakan suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima, menanggapi, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Tyson dan Caroll mendefinisikan  mengajar adalah sebuah cara dan sebuah proses  hubungan timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan. Sehubungan dengan definisi itu Tyson dan Caroll menetapkan sebuah syarat, apabila interaksi antar pearsonal (guru dan siswa) di dalam kelas terjadi dengan baik, maka kegiatan belajar akan terjadi, sebaliknya jika interaksi guru dan siswa buruk, maka kegiatan belajar siswa tidak akan terjadi atau mungkin terjadi tetapi tidak sesuai dengan harapan[12].
Mengajar adalah segenap aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam mengorganisasi atau mengatur lingkungan dengan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Dengan demikian proses dan keberhasilan belajar siswa    turut ditentukan oleh peran yang dibawakan guru selama interaksi proses belajar mengajar berlangsung.[13]
Berdasarkan definisi mengajar dari para pakar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mengajar adalah aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa, sehingga terjadi proses belajar. Aktivitas kompleks yang dimaksud antara lain adalah: (1) mengatur kegiatan belajar siswa, (2) memanfaatkan lingkungan, baik ada di kelas maupun yang ada di luar kelas, dan (3) memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa. Sedangkan belajar mengajar matematika merupakan proses psikologis yang berupa kegiatan aktif dalam upaya siswa memahami dan menguasai konsep matematika. Kegiatan aktif yang dimaksud adalah pengalaman belajar matematika yang diperoleh siswa melalui interaksi dengan matematika dalam konteks kegiatan belajar mengajar di lembaga pendidikan formal.         
Matematika sebagai bahan pelajaran objeknya berupa fakta, konsep, operasi dan prinsip yang kesemuanya adalah abstrak. Oleh karena itu belajar matematika memerlukan berbagai kegiatan seperti melakukan abstraksi, klasifikasi dan generalisasi. Mengabstraksi artinya memahami kegunaan dari berbagai objek berbeda, mengklasifikasi berarti mengelompokkan dari berbagai objek berdasarkan kesamaannya, dan menggeneralisasi artinya menyimpulkan suatu objek berdasarkan pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh-contoh khusus.

2. Hasil Belajar Matematika
            Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya pencapaian tujuan-tujuan belajar. Hasil belajar dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu: (1)  keterampilan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengertian, (3) sikap dan cita-cita[14]. Hasil belajar yaitu perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar.[15]
Menurut Gagne hasil belajar adalah kapabilitas yang dapat digolongkan atas: (1) informasi verbal, yaitu kemampuan menyatakan kembali informasi yang diperoleh dari proses belajar, (2) keterampilan intelektual, yaitu melalui proses belajar seseorang akan mampu berperan dengan baik dalam masyarakat, (3) keterampilan motorik, yaitu kemampuan menguasai berbagai jenis keterampilan gerak, (4) sikap, yaitu kapabilitas yang mempengaruhi pilihan tentang tindakan mana yang dilakukan, dan (5) siasat kognitif, kapabilitas yang mengatur cara bagaimana peserta belajar mengelola belajarnya.[16]
            Menurut Sudjana ada tiga unsur dalam kualitas pengajaran yang berpengaruh pada hasil belajar siswa, yakni kompetensi guru, karakteristik kelas dan karakteristik sekolah. Berkaitan dengan kompetensi guru, yang merupakan salah satu unsur yang mempengaruhi kualitas belajar, maka dalam pembelajaran guru harus pandai-pandai memilih pendekatan dan cara mengajar yang sesuai dengan isi materi pelajaran. Cara tersebut harus benar-benar sesuai dengan materi efektif dan efisien.[17]
Sardiman berpendapat bahwa hasil belajar yang dicapai selalu memunculkan pemahaman atau pengertian atau menimbulkan reaksi atau jawaban yang dapat dipahami dan diterima oleh akal.[18] Untuk mencapai hasil belajar, kemampuan para pendidik teristimewa guru dalam membimbing belajar murid-muridnya amat dituntut. Jika guru dalam keadaan siap dan memiliki profesiensi (berkemampuan tinggi) dalam menunaikan kewajibannya, harapan terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas sudah tentu akan dicapai.[19]
Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran. Sedangkan Hamalik mengemukakan bahwa hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.[20]
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang hasil belajar maka dapat disimpulkan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan, perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Sedangkan hasil belajar matematika adalah perubahan kemampuan siswa dari kegiatan belajar matematika.
Dalam proses belajar ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Syah faktor tersebut terdiri dari: (1) faktor internal (faktor dari dalam siswa) yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa; (2) faktor eksternal(faktor dari luar siswa) yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa; (3) faktor pendekatan belajar (approach to learning) yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pembelajaran.[21]
Selain itu masih banyak lagi faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses belajar-mengajar. Faktor guru itu sendiri sangat besar pengaruhnya seperti latar belakang pendidikan, pengalamannya, kemampuannya, sikapnya terhadap anak, konsepnya tentang mengajar-belajar, pribadinya, kreativitasnya, dan sebagainya. Juga fasilitas yang tersedia, sumber-sumber belajar serta alat pelajaran turut menentukan cara mengajar guru.[22]
3. Model Pembelajaran Kooperatif
Suyitno mengemukakan pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa.[23] Soekamto mendefinisikan model pembelajaran sebagai suatu kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dan mengorganisasikan pedoman belajar untuk mencapai tujuan tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru.[24]
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu jenis model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama yakni kerjasama antara siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ide mengenai kooperatif ini berkembang dari pendapat filosof pada awal abad pertama bahwa untuk dapat belajar seseorang harus dapat memiliki pasangan/teman.[25]
Menurut Suyitno pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, (2) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan berbeda, (3) jika dimungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, agama dan kelamin yang berbeda, (4) penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.[26]
Ada beberapa keuntungan dalam pengembangan pembelajaran kooperatif, diantaranya: (1) perilaku positif, (2) meningkatkan relasi di antara siswa, saling membantu dan terbuka, (3) meningkatkan motivasi siswa dan saling menghargai satu sama lain, (4) mengembangkan kemampuan individu dan merupakan strategi untuk memecahkan konflik, (5) meningkatkan kemampuan untuk memberi opini, argumentasi dan melatih mendengarkan pendapat orang lain, serta menerima pendapat, (6)      mengembangkan diskusi dalam kelompok, sehingga dengan bahasanya sendiri dapat menerangkan kepada orang lain, (7) mendidik siswa bertanggung jawab, (8) mengembangkan komitmen terhadap siswa lain, (9) belajar mengembangkan aturan dan organisasi.
Ibrahim menuliskan langkah-langkah pembelajaran kooperatif dapat yang dilihat pada table berikut:
Fase
Tingkah Laku Guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa


Fase-2
Menyajikan informasi


Fase-3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajajar


Fase-4
Membimbing kelompok belajar mengajar


Fase-5
Evaluasi



Fase-6
Memberi penghargaan

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempersentasekan hasil kerjanya

Guru mencari cara untuk menghargai baik upaya hasil belajar individu atau kelompok[27]
           
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang menitiberatkan pada kerjasama kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.
4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Salah satu tipe pendekatan dalam pembelajaran kooperatif adalah tipe Jigsaw. Khoirul Anam dalam Supriyadi mengemukakan bahwa pemikiran dasar dari teknik Jigsaw adalah pemberian kesempatan kepada siswa untuk berbagi dengan yang lain, mengajar serta di ajar oleh sesama siswa merupakan bagian penting dari proses belajar dan sosialisasi yang berkesinambungan.[28] 
            Rachmadi, menuliskan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah sebagai berikut: (1) guru menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa dan menyampaikan materi prasyarat, (2) guru menyampaikan informasi kepada siswa tentang materi yang akan dipelajari, (3) guru mengelompokkan siswa sebanyak 5 atau 6 orang tiap kelompok dan anggota setiap kelompok harus heterogen baik dari segi kemampuan, jenis kelamin, agama, suku dan sebagainya, (4) guru memberikan soal-soal latihan dalam bentuk LKS pada setiap kelompok kemudian setiap siswa dalam kelompok tersebut mendapat tugas untuk menyelesaikan soal tertentu. Anggota kelompok lain yang mendapatkan tugas untuk menyelesaikan soal yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang soal tersebut, kelompok ini disebut kelompok ahli, (5) setelah berdiskusi, anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal untuk berdiskusi kembali dan mengajarkan apa yang telah dipelajarinya dan didiskusikan di kelompok ahli kepada teman-temannya di kelompok asal, (6) perwakilan anggota kelompok asal diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya, guru mengarahkan siswa pada jawaban yang benar jika jawaban siswa belum sempurna, guru memberikan penghargaan atas hasil kerja siswa dalam kelompok, (7) secara individual setiap minggu atau dua minggu siswa diberi kuis kemudian hasilnya diskor dan setiap siswa memperoleh skor perkembangan, dari skor perkembangan ini akan dilihat seberapa besar siswa menyumbangkan skor pada kelompoknya.[29]
Skema hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli[30]
D             D
D             D
 
C             C
C             C
 
B             B
B             B
 
A             A
A             A
 
A             B
C             D
 
A             B
C             D
 
A             B
C             D
 
A             B
C             D
 
Kelompok Asal
                       
           




Kelompok Ahli
4.  Pembelajaran kooperatif tipe STAD
            STAD atau Tim Siswa-Kelompok Prestasi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam STAD siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4-5 orang, dan setiap kelompok haruslah heterogen. Guru menyajikan pelajaran, kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.[31]
Berikut ini uraian selengkapnya dari fase-fase pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD (Trianto, 2009: 71):
Tabel 2.2. Langkah-Langkah Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
Fase
Kegiatan
Tingkah laku guru
I
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa untuk belajar
II
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
III
Mengorganisasikan siswa ke dalam   kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
IV
Membimbing kelompok belajar dalam belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
V  
 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang gelah dipelajari atau masing-masing kelompok mempersentasekan hasil kerjanya.
VI
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara untuk menghargai hak upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok[32]

Adapun kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah (1) dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, (2) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, (3) dapat meningkatkan kreativitas siswa, (4) dapat mendengar, menghormati, serta menerima pendapat siswa lain, (5) dapat mengurangi kejenuhan dan kebosanan, (6) dapat mengidntifikasikan perasaannya juga perasaan siswa lain, (7) dapat menyakinkan dirinya untuk orang lain dengan membantu orang lain dan menyakinkan dirinya untuk saling memahami dan saling mengerti. Selain kelebihan, pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga memiliki kekurangan, antara lain: (1) setiap siswa harus berani berpendapat atau menjelaskan kepada teman-temannya, sehingga siswa akan sedikit ramai, (2) sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD ini harus lengkap, (3) pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga memerlukan banyak waktu.[33]
5. Pemberian Kuis
Dalam proses pembelajaran, tidak semua siswa dapat menerima materi pelajaran yang diberikan oleh guru. Sebagai guru yang bijaksana maka guru harus memberikan tes (kuis) untuk mengetahui bagian mana dari materi pelajaran yang belum dikuasai oleh siswa.
Kuis merupakan ulangan singkat yang diberikan pada saat proses belajar mengajar, materi yang digunakan dalam kuis dapat berupa materi yang sudah diajarkan. Kuis diberikan pada setiap akhir pertemuan yang berupa soal-soal untuk dikerjakan secara individual. Kuis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang telah diberikan oleh guru dan sejauh mana pula keaktifan siswa dalam belajar matematika.
Fungsi pemberian kuis (tes) bagi siswa : (1) digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai materi pelajaran secara menyeluruh, (2) merupakan penguatan (reinforcement) bagi siswa. Dengan mengetahui bahwa hasil tesnya memperoleh skor tinggi maka siswa akan lebih termotivasi untuk belajar lebih giat, (3) usaha perbaikan, dengan umpan balik (feed back) yang diperoleh setelah tes siswa akan mengetahui kelemahan-kelemahannya, (4) sebagai diagnosis, dengan mengetahui hasil dari kuis ini siswa dengan jelas dapat mengetahui bagian mana dari bahan pelajaran yang masih dirasakan sulit. Bagi guru : (1) mengetahui sejauh mana bahan yang diajarkan sudah dapat diterima oleh siswa, (2) mengetahui bagian-bagian mana dari bahan pelajaran yang belum dikuasai oleh siswa.[34]           
Pemberian kuis ini akan lebih bermakna apabila guru merespon jawaban dari siswa tersebut yaitu dengan memberikan umpan balik bermakna dan pengetahuan tentang hasil latihannya.[35]
Fungsi pemberian kuis menurut Slameto (2001:190) adalah memberitahu siswa mengenai hasil mereka dalam suatu tes yang mereka kerjakan setelah menyelesaikan suatu proses belajar. kuis tidak akan berguna jika tidak disertai dengan proses belajar yang kedua atau berikutnya yang mencangkup usaha siswa meluruskan kesalahan atau mengisi kekurangan dengan memanfaatkan informasi umpan balik tersebut.[36]
B.   Penelitian Yang Relevan
            Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.         Penelitian yang dilakukan oleh Wandaleng (2004), berkesimpulan bahwa hasil belajar matematika yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik dari pada yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2.         Penelitian yang dilakukan oleh Lismiyati (2006), berkesimpulan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara pemberian kuis terhadap hasil belajar matematika.
C.   Kerangka Berpikir
1.         Perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan model koooperatif tipe STAD

            Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Demikian pula halnya dengan hasil belajar matematika. Agar hasil belajar siswa dapat tercapai dengan baik maka harus diupayakan seluruh faktor dapat mendukung proses belajar siswa tersebut.
            Penggunaan model pembelajaran yang dapat membangkitkan semangat siswa dalam belajar sangat penting sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Salah satunya adalah penggunaan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk meningkatkan dorongan kepada siswa untuk lebih berprestasi. Khususnya untuk model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa diberikan beban dan tanggung jawab untuk menguasai bagian tertentu dari materi pelajaran yang selanjutnya diajarkan kembali kepada teman dalam kelompoknya akan membuat siswa lebih termotivasi untuk memehami materi pelajaran. 
            Pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, aktivitas belajar lebih banyak berpusat pada siswa. Dalam proses diskusi dan kerja kelompok, guru hanya berfungsi sebagai fasilitator, konsultan dan manager yang mengkoordinir proses pembelajaran. Suasana belajar dan interakksi antara siswa dengan guru maupun antara siswa membuat proses berpikir siswa lebih optimal. Hal ini bisa memupuk minat dan perhatian siswa dalam mempelajari matematika, yang dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
            Model pembelajaran kooperatif tipe STAD ditandai dengan  guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan. Komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa, metode pembelajaran lebih banyak menggunakan ceramah dan demonstrasi, hal ini membuat siswa pasif dan akan mempengaruhi hasil belajarnya.
            Berdasarkan uraian di atas maka hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw akan lebih baik  dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2.         Perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diberikan kuis dan tidak diberikan kuis.

     Kuis merupakan tes atau ulangan singkat yang diberikan oleh guru di akhir pelajaran untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam menguasai materi yang telah diajarkan. Adanya pemberian kuis membuat siswa terbiasa mengerjakan soal-soal matematika sehingga dapat meningkatkan hasil belajar, menambah pengetahuan dan ketrampilan siswa. Kuis juga dapat mengoptimalkan kerja guru dalam memberi bantuan guna menilai kemampuan perorangan terutama mengelola kelas besar.
            Kuis dapat dijadikan peringatan bagi siswa yang memperoleh nilai di bawah standar ketuntasan belajar bahwa ia harus berhati-hati karena tujuan pembelajaran belum tercapai berarti ia harus belajar lebih giat lagi untuk memperoleh nilai yang lebih baik di tes selanjutnya. Pemberian kuis membuat siswa termotivasi untuk belajar dengan sungguh-sunguh untuk memperoleh nilai yang memuaskan. Hal ini akan mempengaruhi hasil belajar siswa.
            Berdasarkan uraian di atas maka hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan pemberian kuis akan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar tanpa pemberian kuis.
3.         Interaksi antara model pembelajaran kooperatif dan pemberian kuis terhadap hasil belajar matematika.

Interaksi merupakan hubungan kerjasama atau timbal balik antara dua variabel bebas atau lebih yang mempengaruhi variabel terikat. Model pembelajaran kooperatif dan pemberian kuis merupakan dua variable yang diprediksi akan saling berinteraksi satu sama lain dalam mempengaruhi hasil belajar matematika. Suatu pembelajaran akan lebih efektif jika diselingi dengan pemberian kuis di akhir pembelajaran. Hal ini memungkinkan siswa lebih giat belajar untuk pemperoleh nilai kuis yang terbaik serta materi yang diajarkan lebih bertahan lama untuk diingat.
Berdasarkan pemikiran di atas  maka dapat diprediksi akan ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, serta antara siswa yang diberikan kuis dan yang tidak diberikan kuis. Kesemuanya akan mempengaruhi pengetahuan matematika siswa. Pada akhirnya siswa yang mempunyai pengetahuan matematika tinggi akan lebih mudah dalam memecahkan soal-soal matematika.
4.        Pendidikan budaya dan karakter bangsa
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Untuk mendapatkan wawasan mengenai arti pendidikan budaya dan karakter bangsa perlu dikemukakan pengertian istilah budaya, karakter bangsa, dan pendidikan. Pengertian yang dikemukakan di sini dikemukakan secara teknis dan digunakan dalam mengembangkan pedoman ini. Guru-guru Antropologi, Pendidikan Kewarganegaraan, dan mata pelajaran lain, yang istilah-istilah itu menjadi pokok bahasan dalam mata pelajaran terkait, tetap memiliki kebebasan sepenuhnya membahas dan berargumentasi mengenai istilah-istilah tersebut secara akademik. Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Manusia sebagai makhluk sosial menjadi penghasil sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan; akan tetapi juga dalam interaksi dengan sesama manusia dan alam kehidupan, manusia diatur oleh sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan yang telah dihasilkannya. Ketika kehidupan manusia terus berkembang, maka yang berkembang sesungguhnya adalah sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, ilmu, teknologi, serta seni. Pendidikan merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut ke arah yang sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam ligkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang berangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa.
Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah Pancasila; jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik. Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Berdasarkan pengertian budaya, karakter bangsa, dan pendidikan yang telah dikemukakan di atas maka pendidikan budaya dan karakter bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.

D.   Pengajuan Hipotesis
1.        Hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif dan pemberian kuis termasuk interaksinya secara bersama-sama pada siswa kelas VII MTs Negeri 1 Kendari mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan.
       Hipotesis statistik:
       H0: A = B = AB = 0
       H1: Bukan H0
2.        Hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif termasuk interaksinya secara bersama-sama maupun secara terpisah mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan.
Hipotesis statistik:
       H0: A = AB = 0
       H1: Bukan H0
a.       Hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang tidak diberikan kuis pempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan.
Hipotesis statistik:
H0: α 1 0
H1: α 1 > 0
b.      Hasil belajar matematika antara siswa yang diberikan kuis dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan.
Hipotesis statistik:
H0: α 2 0
H1: α 2 > 0
c.       Hasil belajar matematika antara siswa yang diberikan kuis dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan.
Hipotesis statistik:
H0: α 3 0
H1: α 3 > 0
3.        Hasil belajar matematika dengan pemberian kuis termasuk interaksinya secara bersama-sama maupun secara terpisah mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan.
Hipotesis statistik:
H0: B = AB = 0
H1: Bukan H0
a.       Hasil belajar matematika antara siswa yang diberikan kuis dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan.
Hipotesis statistik:
H0: ß 1   0
H1: ß 1 > 0 
b.      Hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif  tipe  Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang diberikan kuis mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan.
Hipotesis statistik:
H0: ß 2   0
H1: ß 2 > 0
c.       Hasil belajar matematika[37] antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif  tipe  Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang tidak diberikan kuis mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan.
Hipotesis statistik:
H0: ß 1   0
H1: ß 1 > 0



[3]Chatarina Tri Anni. 2005. Psikologi Belajar. (Semarang :UPT MKK UNNES), p.25
[4]Tim Pustaka Phoenix. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru (Jakarta: Median  Pustaka Phoenix), p. 108.
[5] Baharuddin. 2009. Pendidikan & Psikologi Perkembangan(Jogjakarta: Ar-ruzz Media), p. 162.
[6] S. Nasution. 1995. Asas-asas Kurikulum(Jakarta: Bumi Aksara), p. 59.
[7] Muhibbin Syah. 2007. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), p.90
[8] Slameto.2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. (Jakarta : Rineka Cipta), p. 2
[9] Max Darsono. 2000. Belajar dan pembelajaran. (Semarang : IKIP Semarang Press), p. 23
[10] Arief S. Sadiman et. al. 1986. Media Pendidikan(Jakarta: Pustekkom Dikbud dan Rajawali), p. 1.
[11] Udin S. Winataputra et. al. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran(Jakarta: Universitas Terbuka), p. 1.5.
[12] Arif S. Sadiman.,op.cit, p. 182
[13]Rastodio.2009. http://rastodio.com/2009/08/pendidikan/pengertian-mengajar.html
[14] Techonly’s blog, Pengertian Hasil Belajar. 2009. http://techonly13.wordpress.com/2009/07/04.html
[15] Catharina Tri Anni, op. cit., p.4
[16] Jafar Ahiri. 2008. Faktor-faktor Yang  Mempengaruhi Hasil Belajar(Kendari: Unhalu Press), p. 7.
[17] Nana Sudjana. 2001. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar.(Bandung: Sinar Baru Algensindo), p. 67
[18] Sardiman. 2007. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar(Jakarta: Rajagrafindo Persada), p. 51.
[19] Ahmad Mudzakir dan Joko Sutrisno. 1997. Psikologi Pendidikan(Bandung: Pustaka Setia), p. 33.
[21] Muhibbin  Syah. op.cit., p. 132.
[22] Nasution. 2008. Teknologi Pendidikan(Jakarta: Bumi Aksara), p. 44.
[23] Amin Suyitno. 2004. Dasar-Dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. (Semarang: UNNES), p. 2
[24] Toeti Soekamto. 1993. Prinsip belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: Dirjen Dikti), p. 109
[25] Ismail. 2002. Model-Model Pembelajaran. (Jakarta:Depdiknas), p. 20
[26] Amin Suyitno, op. cit., p.2
[27] Muslimin Ibrahim. 2000.  Pembelajaran Kooperatif. (Surabaya: Universitas Press). p 43
[28] Supriyadi. 2000. Pelangi Pendidikan. (Jakarta: Depdiknas), p. 3
[29] Drs. Rahmadi Widiharto. 2004. Model-Model Pembelajaran Matematika SD. (Yogyakarta: Depdiknas), p. 14
[30] Gusarmin Sofyan dan Amiruddin B. 2007. Model-Model Pembelajaran I. (Kendari: Universitas Haluoleo), p. 29
[32] Muslimin Ibrahim. 2000.  Pembelajaran Kooperatif. (Surabaya: Universitas Press). p 55
[33] Widyantini 2008. Penerapan Pendekatan Kooperatif STAD dalam Pembelajaran Matematika SMP. Depdiknas. Yogyakarta. p 56
[34] Suharsimi Arikunto. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.( Yogyakarta: Bumi Aksara), p.36
[35] Soeparman Kardi dan Muhammad  Nur. 2001. Pengajaran Langsung.(Surabaya: University Press), p. 37
[36] Slameto.2001. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. p. 190
 
 
BAB III
METODE PENELITIAN

A.  Tujuan Penelitian
1.         Tujuan Umum
a.    Untuk mempelajari pengaruh model pembelajaran kooperatif (A=1 model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, A=2 model pembelajaran kooperatif tipe STAD)  dan pemberian kuis ( B=1 di berikan kuis, B=2 tidak di berikan kuis) termasuk interaksinya secara bersama-sama dan secara terpisah terhadap hasil belajar matematika.
b.    Untuk mempelajari pengaruh model pembelajaran kooperatif termasuk interaksinya secara bersama-sama dan secara terpisah terhadap hasil belajar matematika.
c.    Untuk mempelajari pengaruh pemberian kuis termasuk interaksinya secara bersama-sama dan secara terpisah terhadap hasil belajar matematika.
2.         Tujuan Khusus
a.    Untuk mempelajari perbedaan pengaruh hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang tidak diberikan kuis .
b.    Untuk mempelajari perbedaan pengaruh hasil belajar matematika antara siswa yang diberikan kuis dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
c.    Untuk mempelajari perbedaan pengaruh hasil belajar matematika antara siswa yang diberikan  kuis dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
d.   Untuk mempelajari perbedaan pengaruh hasil belajar matematika antara siswa yang  diberikan kuis dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
e.    Untuk mempelajari perbedaan pengaruh hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif  tipe  Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang diberikan kuis.
f.     Untuk mempelajari perbedaan pengaruh hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif  tipe  Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang tidak diberikan kuis.


B.   Waktu dan Tempat Penelitian
                               Penelitian eksperimen ini direncanakan akan dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2010/2011,  bertempat di SMP Negeri 8 Kendari  khususnya di kelas VII.
C.  Populasi dan Sampel
1.    Populasi
            Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian.[33] Sementara itu menurut Sukardi, populasi pada prinsipnya adalah semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa, atau benda yang tinggal bersama dalam satu tempat dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suat penelitian.[34]
               Populasi dalam penelitian eksperimen ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 8 Kendari  kelas VII semester genap tahun ajaran 2010/2011 yang terdiri dari 9  kelas paralel dengan jumlah 318 orang siswa.
2.    Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi[35]. Sementara itu menurut Sukardi, sampel atau cuplikan adalah sebagian dari jumlah populasi yang dipilih untuk sumber data tertentu.[36]
Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik stratifikasi random sampling yaitu (i) random berdasarkan kelas dan (ii) random berdasarkan jumlah siswa. Teknik pengambilan sampel ini menggunakan rumus Taro Yomane sebagai berikut :
n =        ... (B.1)
    Keterangan :      n  = jumlah sampel
                              N = jumlah populasi
                                  = presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan           95%)[37]
    Berdasarkan  rumus tersebut diperoleh jumlah sampel sebagai berikut:
     n =  =  =  = 76,07  76 responden
            Jumlah kelas yang diperlukan dalam penelitian ini sebanyak 4 kelas yaitu 2 kelas eksperimen dan 2 kelas kontrol.  Kelas eksperimen terdiri dari 19 orang siswa diambil dari masing-masing kelas secara random. Demikian juga  untuk kelas kontrol terdiri dari 2 kelas masing-masing diambil 19 orang siswa, yang juga diambil secara random. Gambar sampel dalam penelitian sebagaimana dijelaskan dalam tabel 3.1 berikut.
Tabel. 3.1.    Gambaran Pangambilan Jumlah Sampel pada Setiap Sel dalam Penelitian Eksperimen di MTs Negeri 1 Kendari
Pemberian Kuis
Model Pembelajaran Kooperatif (A)
Jumlah
Tipe Jigsaw (A= 1)
Tipe STAD
 (A= 2)
Diberikan Kuis
(B= 1)
19
19
38
Tidak Diberikan Kuis (B = 2)
19
19
38
Jumlah
38
38
76

D.  Variabel dan Desain Penelitian
1.    Variabel Penelitian

a. Variabel Terikat

                      Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah variabel hasil belajar (Y).
            b. Variabel Bebas
          Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah model pembelajaran kooperatif (A) dan pemberian kuis (B), dimana model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebagai (A1), model pembelajaran koooperatif tipe STAD sebagai (A2), pemberian kuis sebagai (B1) dan tanpa pemberian kuis sebagai (B2).
2.    Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan cara Randomized Control Group Desain.[38] Penelitian eksperimen ini menggunakan (2x2) faktorial dengan faktor utama model pembelajaran kooperatif (A) dengan ukuran A=1 adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan A=2 adalah model pembelajaran kooperatif tipe SATD dan pemberian kuis (B) dengan ukuran B=1 adalah siswa yang diberikan kuis dan B=2 adalah siswa yang tidak diberikan kuis. Sebagaimana dijelaskan pada desain berikut:

R         E          T          O1
R         K         -           O2
Keterangan :
R = random
E = eksperimen
K = kontrol
T = true eksperimen
O = observasi

                      Tabel 3.2.  Desain perlakuan Antara Faktor A dan B

Faktor A
Faktor B
Selisih
B = 1
B = 2
A = 1
Y11
Y12
Y1 .
A = 2
Y21
Y22
Y2 .
Selisih
Y . 1
Y . 2
Y . .

Keterangan :
A       =   Model pembelajaran kooperatif dimana A=1 untuk siswa yang diajar   dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw; dan A=2 untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran koooperatif tipe STAD
B       =   Pemberian kuis dimana B=1 untuk siswa yang diberikan kuis dan B = 2 untuk siswa  yang tidak diberikan kuis.
Y11   =   Rerata hasil belajar siswa dalan sel yang dibentuk oleh sel dari faktor A=1 dan B=1.
Y12   =   Rerata hasil belajar siswa dalam sel yang dibentuk dari faktor A=1 dan B=2.
Y21   =   Rerata hasil belajar siswa dalam sel yang dibentuk dari faktor A=2 dan B=1.
Y22   =   Rerata sel dari faktor A=2 dan B=2.
Y1.    =   Selisih rerata hasil belajar siswa dalam sel yang dibentuk dari faktor B khusus untuk A=1.
Y2.    =   Selisish rerata hasil belajar siswa dalam sel dari faktor B khusus untuk A=2.
Y..     =   Selisih dalam selisish rerata sel dari faktor A dan B.
Y.1    =   Selisish rerata sel dari faktor A khusus untuk B=1.
Y.2    =   Selisish rerata sel dari faktor A khusus untuk B=2.


E.  Teknik Pengumpulan Data
Instrumen hasil belajar siswa terhadap matematika
a.       Definisi Konseptual
Hasil belajar siswa adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan, yang mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran yang dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya.
b.      Definisi Operasional
Hasil belajar siswa adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan, yang mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran yang dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya yang diukur berdasarkan pokok bahasan (1) Mengidentifikasi sifat-sifat segitiga berdasarkan sisi dan sudutnya, (2) Mengidentifikasi sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajargenjang, belah ketupat dan layang-layang, (3)  Menghitung keliling dan luas bangun segitiga dan segi empat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah, (4) Melukis segitiga, garis tinggi, garis bagi, garis berat, dan garis sumbu.

c.       Kisi-kisi Instrumen
 Tabel 3.2.  Kisi-kisi, Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Kode, Bentuk  dan Tingkat Kemampuan Tes Variabel Hasil Belajar Matematika.
Standar kompetensi/Kompetensi Dasar
Kode
Bentuk Tes dan Kemampuan
Jumlah
PG
Esei
PG
Esei
C1, C2, C3 , C4, C5, C6
C1, C2, C3 C4, C5, C6
1  Memahami konsep segi empat dan segitiga serta menentukan ukurannya
1.1  Mengidentifikasi sifat-sifat segitiga berdasarkan sisi dan sudutnya
A
1, 2, 5, 6, 7, 10




1.2 Mengidentifikasi sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajargenjang, belah ketupat dan layang-layang
B
3, 4, 5, 12




1.3Menghitung keliling dan luas bangun segitiga dan segi empat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
C
8, 9, 11, 13




1.4Melukis segitiga, garis tinggi, garis bagi, garis berat, dan garis sumbu
D





Jumlah:







Keterangan:
o   CI = Ingatan                                            C4  = Analisis
o   C2 = Pemahaman                                    C5 = Sintesis
o   C3 = Aplikasi                                           C6 = Evaluasi


F.   Teknik Analisis Data
Dalam penelitian eksperimen ini menggunakan tiga (3) teknik analisis data yaitu validitas dan reliabilitas instrumen, analisis deskriptif, dan analisis inferensial.
        1.          Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen, sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Dalam bahasa Indonesia “valid” disebut dengan istilah “sahih”.[39]
Untuk mengetahui validitas konsep instrumen tersebut maka akan dilakukan tahapan uji instrumen. Tahapan uji instrumen hanya akan dilakukan oleh tim ahli (panelis) dan uji coba. Panelis (tim ahli) dalam hal ini adalah beberapa teman sejawat (mahasiswa program studi pendidikan matematika angkatan 2007) yang jumlahnya antara 10-25 orang. Format penilaian panelis terdiri dari skor 1 sampai 5 dengan ketentuan, skor 1 jika dalam pernyataan tidak satupun kriteria yang muncul, skor 2 jika dalam pernyataan hanya ada satu kriteria yang muncul, skor 3 jika dalam pernyataan hanya ada dua kriteria yang muncul, skor 4 jika dalam pernyataan ada tiga kriteria yang muncul, skor 5 jika dalam pernyataan ada semua kriteria muncul. Skor butir-butir tersebut diberikan oleh panelis sesuai dengan kesesuaian antara butir pernyataan dengan indikator, standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk variabel hasil belajar siswa terhadap matematika.
Untuk mengetahui validitas konsep instrumen tersebut melalui penilaian panelis menggunakan rumus dari Aiken :
        ;                  ... (F.1) [40]
Dimana :
V =  Indeks validitas isi
n  =  Cacah dari titik skala hasil penilaian rater
i   =  Titik skala ke-I (I = 1,2,3,4,5)
lo =  Titik skala terendah
N =  Jumlah rater (Σni)
c  =  banyaknya titik skala
Sedangkan untuk reliabilitas menggunakan rumus alpha :
           ... (F.2)[41]
Dimana :
r11  =  koefisien reliabilitas
k   =  banyaknya butir soal
 =  varians skor butir
=  varians skor total

        2.          Analisis deskriptif
Dimaksudkan untuk mendeskripsikan karakteristik variabel bebas terhadap variabel terikat melalui skor rata-rata dari masing-masing sel yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif dan  kuis dalam bentuk rata-rata, median, modus, nilai maksimum, nilai minimum standar deviasi, dan grafik.
        3.          Analisis inferensial
Dimaksudkan untuk menguji hipotesis perbedaan perlakuan atau perbedaan pengaruh antara   variabel bebas (model pembelajaran kooperatif dan kuis) terhadap variabel terikat dengan   mempergunakan program siap pakai SPSS versi 15.0  melalui :
1.    Analisis korelasi product momen sebagai pendahuluan analisis. Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui kuatnya hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat.
2.     Analisis varian (Anava) untuk menguji hipotesis perbedaan perlakuan antara faktor A dan faktor B.
3.    Regresi heterogen dipakai untuk menguji hipotesis perbedaan perlakuan secara parsial antara variabel bebas terhadap variabel terikat yang diperhatikan.



4.    Uji Homogenitas varians menggunakan Statistik Uji-F dimana:
 =  ; dengan syarat jika Fo < Ft maka Ho di terima, dengan demikian varian homogen
Formula yang dipergunakan untuk menguji hipotesis tersebut di atas adalah:
·           Korelasi variabel bebas terhadap variabel terikat
 

                                                                                                                   ... (F.3)[42]

Keterangan:
      =  Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
X         =  Skor item/butir soal
Y         =  Skor Total
N         =  Jumlah responden/subjek
·           Analisis varian (Anava)
Tabel. 3.3 Anava Untuk menguji hipotesis secara bersama-sama
Sumber Variasi
JK
DB
RK
F
P
Regresi
Kesalahan
JKr
JKk
DBr
DBk
JK/DBr
JK/DBk
RKr/RKk

Total
JKT = JKr + JKk
DBt



             
           
            Keterangan :
            JK     =  Jumlah kuadrat, yang terdiri dari
                          JKr ( jumlah kuadrat regresi)
                          JKk (Jumlah kuadrat kesalahan)
                          JKT ( jumlah kuadrat total)
                          Dan berlaku hubungan : JKT = JKr + JKk
          DB    =               Derajat kebebasan
          KR    =     Kuadrat rata-rata
          KR    =     JK/DB
F       =     Menunjukkan nilai statistik uji-F yang mempunyai distribusi-F dengan DB yang  memenuhi hubungan : F0 = RKr/RKk =  dimana k-1 menunjukkan banyaknya     variabel bebas didalam model, dan n banyaknya observasi.
          P       =     Prob: (Ftab ≥ Fhit) = 0.[43]
·      Uji Model
Model umum analisis dan hipotesis antara model pembelajaran kooperatif dan pemberian kuis terhadap variabel terikat berdasarkan desain dalam tabel 3.2 diatas adalah sebagai berikut :
     Yijk = μ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk    ...(F.4)[44]
              Keterangan :
          Yijk    = pengamatan ke-k dalam kelompok ke-I dan ke-j dari model pembelajaran kooperatif dan pemberian kuis  untuk variabel ke-I dan ke-j.
                   μ   =             parameter rerata Yijk dalam kelompok ke-I dan ke-j dari model pembelajaran kooperatif dan pemberian kuis untuk variabel ke-i dan ke-j.
Ai          =  pengamatan ke-I dari model pembelajaran kooperatif.
Bj          =  pengamatan ke-j dari pemberian kuis.
(AB)ij    =   pengamatan ke-i dan ke-j dari model pembelajaran kooperatif dan pemberian kuis yang juga merupakan faktor interaksi
εijk               =             suku kesalahan random dari model dengan asumsi εijk NII (0,δ2), dengan i = 1,2; j = 1,2 dan k = 1,2, ...,n.

          Berdasarkan model (F.4) di atas dengan hipotesis statistik yang diperlukan adalah sebagai berikut :         
H0: A = B = AB = 0
H1: Bukan H0
          Hipotesis tersebut dipakai menguji pernyataan hipotesis “Hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif dan pemberian kuis mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan”.
Untuk menguji sub hipotesis pertama yang memuat perlakuan metode mengajar (A) dan faktor interaksi antara perlakuan dan level pengukuran dengan menggunakan model :
Yijk    = μ + Ai + (AB)ij + εijk  ... (F.4a)[45]
Berdasarkan model (F.4a) di atas dengan hipotesis statistik yang diperlukan adalah sebagai berikut :
H0: A = AB = 0
H1: Bukan H0
Hipotesis tersebut dipakai menguji pernyataan hipotesis “Hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan”.
Berdasarkan model (F.4a) dipergunakan regresi heterogen dengan persamaan sebagai  berikut :
Y = α0 + α 1[A=1] + α 2[A=1][B=1] + α 3[A=2][B=1] + ε   ... (F.4b)[46]
Kemudian dibentuk koefisien regresi menurut persamaan pada (F.4b) :
Tabel. 3.4. Koefisien Regresi Menurut Faktor A
                

A = 1
A = 2
Selisih
B = 1
α 0 + α 1 + α 2
α 0 + α 3
1 + α 2) - α 3
B = 2
α 0 + α 1
α 0
α 1
Selisih
α 2
α 3

Hipotesis statistik secara terpisah adalah sebagai berikut :
H0: α 1 = 0
H1: α 1 > 0
Artinya menguji hipotesis perbedaan hasil belajar untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang tidak diberikan kuis.

H0: α 2 = 0
H1: α 2 > 0
Artinya menguji hipotesis perbedaan hasil belajar untuk siswa yang diberikan kuis dibandingkan siswa yang tidak diberikan kuis khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
H0: α 3 = 0
H1: α 3 > 0
Artinya menguji hipotesis perbedaan hasil belajar untuk siswa yang diberikan kuis dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Uji hipotesis secara terpisah menggunakan statistik uji t dengan persyaratan menolak Ho jika thit > ttab atau nilai-p < α=0,05 maka signifikan.
Untuk menguji sub hipotesis kedua yang memuat level pengukuran (kuis) dan faktor interaksi antara perlakuan dan level pengukuran dengan menggunakan model :
Yijk      = μ + Bj + (AB)ij + εijk  ... (F.4c)[47]
Berdasarkan model (F.4c) di atas dengan hipotesis statistik yang diperlukan adalah sebagai berikut :
H0: B = AB = 0
H1: Bukan H0
Hipotesis tersebut dipakai menguji pernyataan hipotesis “Hasil belajar matematika antara siswa yang diberikan kuis dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis mempunyai perbedaan pengaruh yang signifikan”.
Berdasarkan model (F.4c) dipergunakan regresi heterogen dengan persamaan sebagai  berikut :
Y = ß0 + ß1[B=1] + ß2[A=1][B=1] + ß3[A=1][B=2] + ε ... (F.4d)
Kemudian dibentuk koefisien regresi menurut persamaan pada (F.4c) :
Tabel. 3.5. Koefisien Regresi  Menurut Faktor B

A = 1
A = 2
Selisih
B = 1
ß0 + ß1 + ß2
ß0 + ß1
ß2
B = 2
ß0 + ß3
ß0
ß3
Selisih
1 + ß2) - ß3
ß1


Hipotesis statistik secara terpisah adalah sebagai berikut :
H0: ß 1 = 0
H1: ß 1 > 0; 
Artinya menguji hipotesis perbedaan hasil belajar untuk siswa yang diberikan kuis dibandingkan dengan siswa yang tidak diberikan kuis khusus untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
H0: ß 2 = 0
H1: ß 2 > 0
Artinya menguji hipotesis perbedaan hasil belajar untuk siswa yang yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang diberikan kuis.
H0: ß 3 = 0
            H1: ß 3 > 0
Artinya menguji hipotesis perbedaan hasil belajar untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD khusus untuk siswa yang tidak diberikan kuis.
Uji hipotesis secara terpisah menggunakan statistik uji t dengan persyaratan menolak Ho jika thit > ttab atau nilai  p < α = 0,05.


[33] Suharsimin Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek(Jakarta: Rineka Cipta), p. 108.
[34] Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya (Jakarta: Bumi Aksara), p. 53.
[35] Riduan. 2009. Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian (Bandung: Alfabeta), p.70.
[36] Sukardi, op. cit., p. 54.
[37] Riduwan, M.B.A. Op.Cit. p.71
[38] Djaali.  1986.  Disain Eksperimen dan Analisisnya. (Ujung Pandang: BPLP). H. 5. 
[39] Suharsimi Arikunto, op. cit., p 64
[40] Lewis R. Aiken. 1996. Rating Scale & Checklist Evaluating Behaviour Personality, and Attitude. (New York : John Wiley & Sons, Inc). p. 91.
[41] Djaali & Puji Mulyono. op. cit,.  pp. 65-73.
[42] Suharsimi Arikunto. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan(Jakarta: Bumi Aksara), p. 72.
[43] I Gusti Ngurah Agung. 1985. Analisis Regresi Ganda Untuk Data Kependudukan.(Yogyakarta :  Univ. Gajah mada). p. 14.
[44] I gusti Ngurah Agung. 2006. Statistika Penerapan Model Rerata-Sel Multivariat dan Model
 Ekonometri dengan SPSS. (Jakarta : SAD Satria Bhakti). pp. 12-13.
[45] Ibid. p. 146.
[46] Ibid. p. 19
[47] Ibid, p. 148.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar